MAKALAH - PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN | MANAJEMEN PENDIDIKAN

PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN
Disusun oleh :
Budi Utomo
Siti Mafthokha
Siti Masrurah
Siti Shofiyatun Niswah
Tia Pratiwi
Sekolah Tinggi Agama Islam Grobogan
2015




BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berasal dari temaPsikologi, Pendidikan, dan Pengajaran.”. Sebelum melangkah lebih dalam, adakah yang sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan “Psikologi”?
Psikologi dalam istilah lama; ilmu jiwa, yang berasal dari psychologi (Bahasa Inggis). Psychologi itu sendiri bersumber dari dua akar kata oleh Bahasa Yunani/Greek, yaitu:
· Psyche à Jiwa
· Logos à Ilmu
Psikologi Pendidikan sebagai ilmu pengetahuan dalam pengajaran kepada siswa. Ilmu ini berupaya untuk memahami keadaan dan perilaku manusia termasuk para siswa yang satu sama lainnya berbeda itu, baik dari sifat maupun latar belakang. Ilmu ini amat penting bagi para pendidik di semua jenjang kependidikan, yang dapat diterapkan secara langsung pada peserta didik. Dengan ilmu ini dapat diharapkan bahwa pendidik dapat siap untuk menghadapi psikologis peserta didik yang berbeda-beda, sehingga proses pendidikan dan pengajaran akan berlangsung efektif, efisien, dan berkah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Psikologi, Pendidikan & Pengajaran?
2. Bagaimana Sejarah singkat Psikologi Pendidikan?
3. Apa saja Cakupan dan Metode Psikologi Pendidikan?
4. Mengapa Psikologi Pendidikan penting bagi pengajaran?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan kami membuat makalah ini agar pembaca maupun kami sendiri, dapat mengetahui arti dari Psikologi, Pendidikan, dan Pengajaran. Serta mengerti sejarah singkat dari Psikologi. Setelah kita semua mengetahui dasar-dasarnya, barulah kita akan mengetahui lebih lanjut tentang Cakupan dan Metode Psikologi Pendidikan. Sehingga kita dapat memetik arti penting Psikologi Pendidikan dalam Pengajaran.
BAB II
ISI
A. Pengertian Psikologi, Pendidikan & Pengajaran
1) Psikologi
Psikologi dalam istilah lama; ilmu jiwa, yang berasal dari psychologi (Bahasa Inggis). Psychologi itu sendiri bersumber dari dua akar kata oleh Bahasa Yunani/Greek, yaitu: 1) Psyche à Jiwa, 2) logos à Ilmu.
2) Pendidikan
Ki Hajar Dewantara : Menurutnya pendidikan adalah suatu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Maksudnya ialah bahwa pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada peserta didik agar sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup yang setinggi-tingginya.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) : Pendidikan yaitu sebuah proses pembelajaran bagi setiap individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek tertentu dan spesifik. Pengetahuan yang diperoleh secara formal tersebut berakibat pada setiap individu yaitu memiliki pola pikir, perilaku dan akhlak yang sesuai dengan pendidikan yang diperolehnya. [2]
3) Pengajaran
Mengenai istilah pengajaran, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997: 14) berasal dari akar kata ajar, artinya petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut). Kata pengajaran sendiri dalam bahasa Arab disebut dengan ta’lim yang merupakan derivasi dari kata ‘allama yang berarti mengajar (Munawwir, 1984: 1036). Dalam Kamus Arab – Inggris susunan Elias & Elias, kata-kata tersebut berarti: to educate; to train; to teach; to instruct, yakni mendidik, melatih, dan mengajar (Syah, 1999: 33). Menurut Echols & Shadily (2003: 580) to teach berarti mengajarkan sesuatu kepada seseorang.[3]
Pengajaran merupakan totalitas aktivitas belajar mengajar yang diawali dengan perencanaan dan diakhiri dengan evaluasi, yang kemudian diteruskan dengan follow up (tindak lanjut). Secara lebih jelas dapat dikatakan, pengajaran adalah kegiatan yang mencakup semua/meliputi seluruh kegiatan yang secara langsung dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pengajaran (menentukan entry-behavior peserta didik, menyusun rencana pelajaran, memberikan informasi, bertanya, menilai, dan seterusnya) (Rohani, 2004: 68)
Berdasarkan uraian tersebut di atas jelas sekali terdapat benang merah antara “pendidikan” dan “pengajaran”. Pendidikan merupakan konsep idealnya, sedangkan pengajaran merupakan konsep operasional dalam rangka pengembangan potensi atau kemampuan manusia dengan melakukan kegiatan mendidik, melatih atau mengajar. Kata mengajar di sini berarti memberi pelajaran.
Menurut Paul Suparno, sebagaimana dikutip oleh Muliawan (2005: 132), mengajar adalah suatu proses membantu seseorang untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Mengajar bukanlah mentransfer pengetahuan dari orang yang sudah tahu (guru) kepada yang belum tahu (peserta didik), melainkan membantu seseorang agar dapat mengonstruksi sendiri pengetahuannya melalui kegiatannya terhadap fenomena dan obyek yang ingin diketahui.
Pengertian yang lain menyebutkan bahwa mengajar pada hakekatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar peserta didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong peserta didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya adalah proses memberikan bimbingan dan bantuan kepada peserta didik dalam melakukan proses belajar (Fathurrohman & Sutikno, 2007: 9).
Berdasarkan arti-arti ini, maka pengajaran dipahami sebagai proses perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan (Syah, 1999: 33). Mengajar di sini bukan hanya memindahkan pengetahuan dengan hafalan. Mengajar tidak direduksi menjadi mengajar saja, tetapi mengajar menjadi efektif jika peserta didik “belajar untuk belajar” (learn to learn) (Freire, 2002 : 27).
A) Hakikat dan Hubungan Pendidikan dan Pengajaran
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Pengertian ini secara inplisit menafikan atau menampik kehadiran orang dewasa sbagai satu-satunya orang yang yang berhak menjadi penyelenggara pendidikan atau menjadi guru/pendidik.
Konsep “orang dewasa” sebagai pendidik dan pengajar dalam dunia pendidikan modern ini memang semakin kabur, apalagi jika dikaitkan dengan pendidikan tinggi atau pendidikan kedinasan. Para peserta didik dalam institusi-institusi kependidikan tersebut dapat dikatakan terdiri atas orang-orang dewasas semua, bahkan sebagian di antaranya ada yang berusia setengah baya. Dalam keadaan demikian, tak bolehkah orang masih muda ( tetapi kemampuan memadai ) mendidik mereka yang pada umumnya lebih tua? Jawabnya, tentu saja tak ada masalah. Sebab yang lebih di pentingkan dalam dunia pendidikan dan pengajaran bukan soal usia, melainkan kemampuan psikologis yang memadai.
Selama pendidik memiliki kemampuan psikologis kependidikan yang dapat di pertanggung jawabkan, meskipun usianya masih muda atau mungkin jauh lebih muda dari pada yang dididik, dia tetap berhak untuk diakui sebagai pendidik. Pada zaman sekarang ini cukup banyak asisten dosen dan dosen yang brilian berusia muda apalagi di perguruan tnggi yang terkemuka di Negara-negara maju. Mereka itu, walaupun relative masih muda, bahkan konon ada yang belum genap 20 tahun, penguasaannya ats materi dan metodologi sangat meyakinkan. Mereka bahkan mampu beerpenampilan lebih dewasa daripada para mahasiswa, yang relative lebih tua.
Para pendidik yang tugas utamanya mengajar, baik guru maupun dosen sebagaimana diisyaratkan oleh undang-undang, tidak memerlukan syarat usia. Criteria yang membatasi usia tertentu untuk menjadi tenaga pengajar atau pendidik dalam psikkologi pendidikan masa kini hmpir atak pernah lagi disinggung-singgung. Tetapi hal ini tentu tidak berarti anak-anak atau remaja yang nyata-nyata tidak memenuhi syarat psikologis boleh menjadi pendidik atau guru.
Syarat psikologis yang lengkap, utuh dan menyeluruh bagi seorang calon guru untuk setiap jenjang pendidikan meliputi kompetensi profesionalisme keguruan, yakni kompetensi ranah cipta ( kognitif ); kompetensi ranah rasa ( afektif ); kopetensi ranah karsa (psikomotor).
Hakikat dan hubungan antara Pendidikan – pengajaran dibagi menjadi 2, yaitu;
a) Ragam Arti Pendidikan dan Pengajaran.
Akar kata pendidikan adalah “didik” atau “mendidik” yang secara hafiah artinya memelihara dan memberi latihan. Sedangkan “Pendidikan”, seperti yang pernah penyusun singgung sebelum ini adalah tahapan – tahapan kegitan mengubah sikap dan prilaku seseorang atau sekelompok orang yang melalui upaya pengajaran danpelatihan.
Dalam bahasa arab “Pendidikan disebut “tarbiyah” yang berarti proses persiapan dan pengasuhan manusia pada fase – fase awal kehidupan yakni pada tahap perkembangan masa baiyi dan kanak – kanak. Dan dalam bahas ainggris pendidikan disebut education, istilah education memiliki dua arti, yakni arti dari sudut orang yang menyelenggarakan pendidikan dan arti dari sudut orang yang di didik.
Ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pengajaran disebut fannual – taklim, yang dalam bahasa inggris diterjemahkan dengan kata Pedagogy dan Pedagogics yang artinya ilmu mengajar. Pedagogi dan pedagogic adalah dua kata yang sama artinya yakni pengetahuan, seni, prinsip, dan perbuatan pengajar. Perbedaan arti pedagogi dan pedagogik adalah kalau pedagogi sebagai pendidikan, dan pedagogik sebagai ilmu pengetahuan.
Selanjutnya istilah pengajaran dalam bahasa inggris disebut instruction atau teaching. Akar kata instruction adalah memberi pengarahan agar melakukan sesuatu, mengajar agar melakukan sesuatu: member informasi.
b) Hakikat Hubungan Pendidikan dengan Pengajaran
Hubungan pendidikan dan pengajaran cukup erat kaitannya karena menurut undang – undang nomor 2 tahun 1989 tentang system pendidikan nasional Bab 1 pasal 1, adalah usaha sadar yang dilakukan untuk menyiapkanpeserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan agar peserta didik tersebut berperan dalamkehidupan masa depannya. Selain pengajaran dalam pendidikan juga diperlukan adanya bimbingan sebagaimana tersebut dalam kutipan dari UUSPN di muka. Bimbingan, seperti juga latihan adalah bagian penting yang ideal karena akan berdampak kebaikannya penanggulangan kesulitan belajar dan pelaksanaan rimedial teaching yang secara psikologis di diktis merupakan salah satu keharusan bagi guru.
Berdasarkan uraian diatas, dan juga uraian mengenai ragam arti pendidikan dan pengajaran, jelas betapa eratnya hakikat hubungan antara pendidiakan dan pengajaran.
Selain itu, ada juga pula beberapa macam peresepsi sumbang yang muncul dikalangna mahasiswa mengenaihakikat hubungan pendidikan dengan pengajaran, antara lain yang paling menonjol bahwa pendidikan itu:
1) Jauh berbeda dangan pengajaran,
2) Lebih penting dari pengajaran,
3) Karena pengajaran hanya menanamkan pengetahuan kedalam aspek kognitif (ranah cipta) dan sedikit memberikan keterampilan psikomotor, sedangalan aspek efektif (ranah rasa) tak pernah tersentuh.
Persepsi – persepsi ini yang ada dalam pengalaman belajar mahasiswa, karena kesaksian mereka terhadap kenyataan yang tampak dilapangan. Namun apapun alasannya, mengubah peresepsi yang kurang selaras dangan perinsip – perinsip psikologi pendidikan itu ternyat tidak gampang. Dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan berdasarkan pikiran. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses penubahan sikap dan tingka laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui uapaya pengajaran dan pelatihan.
Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagi sebuah proses dengan metode – metode tertentu sehingga orang mempeoleh pengetahuan, pemahaman dan cara tingka laku yang sesuai dengan kebutuhan. Dan dalam pengertian luas pendidikan adalah seluruh tahapan pengembangan kemempuan – kemampuan dan perilaku - perilaku manusia dan juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan.
Dalam defenisi yang panjang ini terdapat dua kata kunci yang menurut hemat penyusun perlu disoroti yaitu kedewasaan “dan tanggung jawab moril”. Kedewasaan ini diartikan sebagai kondisi yang sudah akil baliq atau sudah berusia cukup tua. Dan tanggung jawab moril ini juga diartikan sebagai segala perbuatan yang dilakukan secara moral dan mampu bertanggung jawab segala perbuatannya. Karena tanggung jawab moral itu bersifat nisbi (dapat begi atau begitu). Karena perlu pembatasan yang tegas, apakah moral kemasyarakatan, moral hokum, atau moral keagamaan.
4) Psikologi Pendidikan
Psikologi Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana manusia belajar dalam pendidikan pengaturan, efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari sekolah sebagai organisasi. [4]
Psikologi pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang, dan sering terfokus pada sub kelompok seperti berbakat anak-anak dan mereka yang tunduk pada khusus penyandang cacat.
Menurut Muhibin Syah (2002), pengertian psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan.
Sedangkan menurut ensiklopedia amerika, Pengertian psikologi pendidikan adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam proses pengajaran yang terlibat dengan penemuan – penemuan dan menerapkan prinsip – prinsip dan cara untuk meningkatkan keefisien di dalam pendidikan.
B. Arti Penting Psikologi Pendidikan
Sebagai ilmu pengetahuan yang berupaya memahami keadaan dan perilaku manusia temasuk para siswa yang satu sama lainnya berbeda itu, amat penting bagi para guru pada semua jenjang pendidikan. Peristiwa dan proses psikologis ini sangat perlu untuk dipahami dan dijadikan landasan oleh para guru dalam memperlakukan para siswa secara tepat melalui proses belajar-mengajar yang berdaya duna dan berhasil guna. [5]
Psikologi sebagai suatu disiplin ilmu sangat dibutuhkan oleh dunia pendidikan, baik di institusi pendidikan formal maupun non formal. Pengetahuan tentang psikologi sangat diperlukan oleh pihak guru atau instruktur sebagai pendidik, pengajar, pelatih, pembimbing, dan pengasuh dalam memahami karakteristik kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta secara integral. Pemahaman aspek psikologis peserta didik oleh pihak guru atau instruktur di institusi pendidikan memiliki kontribusi yang sangat berarti dalam membelajarkan peserta didik sesuai dengan sikap, minat, motivasi, aspirasi, dan kebutuhan peserta didik, sehingga proses pembelajaran di kelas dapat berlangsung secara optimal dan maksimal.
Pengetahuan tentang psikologi diperlukan oleh dunia pendidikan karena dunia pendidikan menghadapi peserta didik yang unik dilihat dari segi karakteristik perilaku, kepribadian, sikap, minat, motivasi, perhatian, persepsi, daya pikir, inteligensi, fantasi, dan berbagai aspek psikologis lainnya yang berbeda antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lainnya. Perbedaan karakteristik psikologis yang dimiliki oleh para peserta didik harus diketahui dan dipahami oleh setiap guru atau instruktur yang berperan sebagai pendidik dan pengajar di kelas, jika ingin proses pembelajarannya berhasil.
Dengan memahami karakteristik psikologis yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik. maka para guru di sekolah akan dapat melakukan pembelajaran yang bersifat individual sesuai dengan karakteristik psikologis yang dimiliki oleh peserta siswa. Jadi sifat heterogenitas (tidak sama) suatu kelas perlu menjadi perhatian utama bagi guru. Selain pembelajaran yang bersifat individual, guru perlu juga melakukan pembelajaran secara kelompok jika karakteristik psikologis peserta didik yang ada di suatu kelas dianggap relatif sama (homogen).
Dalam proses pembelajaran di kelas guru sering menghadapi peserta didik yang mengalami gangguan perhatian sehingga peserta didik tersebut kurang dapat memusatkan perhatiannya dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Akibatnya peserta didik tersebut kurang dapat mengetahui dan memahami materi pelajaran yang diajarkan oleh guru dan memperoleh prestasi belajar rendah. Gejala gangguan perhatian sebagai faktor psikologis yang dialami peserta didik di kelas harus diketahui dan dipahami oleh guru sebagai pengajar dan pendidik di kelas untuk mencegah dan mengatasi kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas.
Adapun upaya yang dapat dilakukan oleh guru di kelas dalam mencegah dan mengatasi masalah gangguan perhatian yang dialami oleh peserta didik di kelas ialah guru sebaiknya menerapkan metode dan strategi pembelajaran yang menarik perhatian belajar agar peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran di kelas dengan baik dari awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran.
Selain itu, peserta didik yang menunjukkan sikap dan perilaku belajar yang acuh tak acuh atau apatis dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas, juga merupakan gejala bahwa peserta didik tersebut mengalami gangguan psikologis berupa minat dan motivasi belajar rendah yang dimiliki oleh peserta didik tersebut. Untuk mengatasi gejala minat dan motivasi belajar rendah yang ditunjukkan oleh peserta didik di kelas sebagai faktor psikologis yang mempengaruhi kualitas proses dan hasil pembelajaran peserta didik di kelas, maka guru harus dapat memilih dan menerapkan suatu metode, strategi, dan pendekatan pembelajaran di kelas yang dapat menumbuhkembangkan minat belajar dan motivasi belajar peserta untuk belajar di kelas.
Adapun strategi, metode, dan pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru dalam membelajarkan peserta didik yang memiliki minat belajar dan motivasi belajar rendah ialah metode Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang menggunakan Pendekatan Keterampilan Proses (PKP), pendekatan konstruktivistik, metode diskusi, metode pembelajaran koperatif, metode penemuan dan penyelidikan (discovery and inquiry learning), metode Contextual Teaching Learning (CTL), metode eksperimen, dan berbagai metode, strategi, dan pendekatan pembelajaran yang menuntut aktivitas belajar peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas, di laboratorium, dan di tempat belajar lainnya.
Selain itu faktor strategi, pendekatan, dan metode pembelajaran perlu menjadi perhatian bagi guru, faktor karakteristik psikologis yang mencerminkan kepribadian dan perilaku peserta didik di kelas harus juga menjadi perhatian para guru untuk menyesuaikan pembelajarannya dengan karakteristik kepribadian dan perilaku yang dimiliki oleh para peserta didik agar proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru sesuai dengan minat dan kebutuhan belajar peserta didik. Disinilah pentingnya guru menerapkan proses pembelajaran yang diindividualisasikan sesuai dengan minat dan kebutuhan belajar peserta didik secara individual.
Masih banyak gejala-gejala gangguan psikologis yang ditunjukkan oleh peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas, misalnya gangguan pengamatan, gangguan persepsi, gangguan dalam berpikir, gangguan ingatan, gangguan fantasi, dan gangguan perasaan. Gangguan-gangguan psikologis tersebut merupakan gejala atau aktivitas umum jiwa manusia (La Sulo, 1990). Aktivitas umum jiwa manusia tersebut perlu diketahui dan dipahami oleh para guru dalam mengetahui dan memahami aspek psikologis para peserta didik di kelas agar proses dan hasil pembelajaran yang dikelola di kelas dapat mencapai tujuannya secara maksimal dan optimal.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa banyak masalah-masalah yang dihadapi oleh para guru dalam proses pendidikan di kelas. Masalah-masalah tersebut merupakan masalah psikologis peserta didik yang sangat mempengaruhi proses pembelajaran di kelas, sehingga perlu diketahui dan dipahami oleh para calon guru dan para guru yang telah mengajar dan mendidik di kelas. Oleh karena itu, mata kuliah Psikologi Pendidikan merupakan mata kuliah wajib dipelajari oleh para calon guru di lembaga pendidikan tenaga kependidikan atau tenaga keguruan berupa IKIP, FKIP, fakultas Tarbiyah di IAIN/UIN, STKIP,STAIBN dan lembaga keguruan lainnya.
C. Sejarah Singkat Psikologi Pendidikan
Sejarah khusus yang mengungkapkan secara cermat dan luas tentang psikologi pendidikan, hingga kini sesungguhnya masih perlu dicari. Hal ini terbukti karena kebanyakan karya tulis yang mengungkapkan “riwayat hidup” psikologi pendidikan masih sangat langka. Karya tulis yang membahas riwayat psikologi yang ada sekarang pada umumnya tentang pelbagai psikologi yang dicampur aduk menjadi satu, sehingga menyulitkan identifikasi terhadap jenis psikologi tertentu yang ingin kita ketahui secara spesifik.
Uraian kesejarahan yang khusus berkaitan dengan psikologi pendidikan konon pernah dilakukan secara alakadarnya oleh beberapa orang ahli seperti Boring & Murphy pada tahun 1929 dan Burt pada tahun 1957, tetapi terbatas untuk psikologi pendidikan yang berkembang di wilayah Inggris (David, 1972). Sudah tentu riwayat psikologi pendidikan yang mereka tulis itu tak dapat kita jadikan acuan bukan hanya karena keterbatasan wilayah pengembangan saja, melainkan juga karena telah daluarsanya karya-karya tulis tersebut.[6]
Kenyataan yang tak dapat dimungkiri bahwa penggunaan psikologi dalam dunia pendidikan sudah berlangsung sejak zaman dahulu meskipun istilah psikologi pendidikan sendiri pada masa awal pemanfaatannya belum dikenal orang. Namun, seiring dengan perkembangan sain dan teknologi, akhirnya lahir dan berkembanglah secara resmi (entah tahun berapa) sebuah cabang khusus psikologi yang disebut psikologi pendidikan itu. Kemudian menurut David (1972) pada umumnya para ahli memandang bahwa Johann Fiedrich Herbart adalah bapak psikologi pendidikan yang konon menurut sebagian ahli masih merupakan disiplin sempalan psikologi lainnya.
Herbart adalah seorang filosof dan pengarang kenamaan yang lahir di Oldenburg, Jerman, pada tanggal 4 Mei 1776. Pada usia 29 tahun ia menjadi dosen filsafat di GÓ§ttingen dan mencapai puncak kariernya pada tahun 1809 ketika dia diangkat menjadi ketua Jurusan Filsafat di Konisberg sampai tahun 1833. Ia meninggal di GÓ§ttingen pada tanggal 14 Agustus 1841.
Nama Herbart kemudian diabadikan sebagai nama sebuah aliran psikologi yang disebut Herbartianisme ialah apperceptive mass, sebuah istilah yang khusus diperuntukan bagi pengetahuan yang telah dimiliki individu. Dalam pandangan Herbart, proses belajar atau memahami sesuatu bergantung pada pengenalan individu terhadap hubungan-hubungan antara ide-ide baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Konsep ini sampai sekarang masih digunakan secara luas dalam dunia pengajaran.
Aliran pemikiran Herbartianisme, menurut Reber (1988), adalah pendahulu pemikiran psikoanalisis Freud dan berpengaruh besar terhadap pemikiran psikologi eksperimental Wundt. Ia juga dianggap sebagai pencetus gagasan-gagasan pendidikan gaya baru yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang.
Buku Pedagogics (ilmu mengajar) adalah karyanya yang dianggap monumental, “sesuatu yang agung”. Karya besar lainnya yang berhubungan dengan psikologi pendidikan,Application of Psychology to the Science of Educatioan (penerapan psikologi untuk ilmu pendidikan).
Sebagai catatan pelengkap mengenai ilmuwan besar yang berpengaruh tersebut, penyusun kutipkan sebagian pandangannya yang berhubungan dengan pendidikan, yaitu: . . .regards history the most potent to study in developing child character, next to it he classes nature studies, and lastly he places formal studies such as reading, writing, arithmethic (David, 1972). Dalam pandangan Herbart, mata pelajaran yang paling jitu untuk mengembangkan watak anak adalah sejarah. Kemudian untuk pengajaran selanjutnya adalah ilmu-ilmu alam, dan sebagai pelajaran akhir yang perlu diberikan kepada anak adalah bidang-bidang studi formal seperti membaca, menulis, dan berhitung.
Selanjutnya, psikologi pendidikan lebih pesat berkembang di Amerika Serikat, meskipun tanah kelahirannya sendiri di Eropa. Kemudian, dan negara adidaya tersebut psikologi pendidikan menyebar ke seluruh benua hingga sampai ke Indonesia. Meskipun perkembangan psikologi pendidikan di Eropa dianggap tidak seberapa, kenyataannya psikologi tersebut tidak lenyap atau tergeser oleh perkembangan psikologi pengajaran dan didaksologi seperti yang telah penyusun singgung di muka. Salah satu bukti masih dipakai dan dikembangkan psikologi tersebut di Eropa khususnya di Inggris adalah masih tetap diterbitkannya sebuah jurnal internasional yang bernama Britsh Journal of Educational Psychology.
Sekarang, semakin dewasa usia psikologi pendidikan, semakin banyak pakar psikologi dan pendidikan yang berminat mengembangkannya. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya fakultas psikologi dan fakultas pendidikan di universitas-universitas terkenal di dunia yang membuka jurusan atau spesialisasi keahlian psikologi pendidikan dengan fasilitas belajar yang lengkap dan modern. Sayang, di negara kita jurusan psikologi pendidikan—yang biasanya digabung dengan bimbingan dan penyuluhan (BP) itu sudah amat jarang diselenggarakan pada fakultas keguruan baik negeri maupun swasta.
Kenyataan lain yang menunjukkan kepesatan perkembangan psikologi pendidikan adalah semakin banyaknya ragam cabang psikologi dan aliran pemikiran psikologis yang turut berkiprah dalam riset-riset psikologi pendidikan. Cabang dan aliran psikologi yang datang silih berganti menanamkan pengaruhnya terhadap psikologi pendidikan, di antaranya yang paling menonjol adalah:
1. Aliran Humanisme dengan tokoh-tokoh utama J.J Rousseau, Abraham Maslow, C. Rogers;
2. Aliran Behaviorisme dengan tokoh utama J.B. Watson, E.L. Thorndike, dan B.F. Skinner;
3. Aliran Psikologi Kognitif dengan tokoh-tokoh utama J. Piaget, J. Bruner, dan D. Ausbel.
D. Cakupan Psikologi Pendidikan
Psikologi pendidikan pada asasnya adalah sebuah disiplin psikologi yang khusus mempelajari, meneliti, dan membahas seluruh tingkah laku manusia yang terlibat dalam proses pendidikan itu meliputi tingkah laku belajar (oleh siswa), tingkah laku mengajar (oleh guru), dan tingkah laku mengajar-belajar (oleh guru dan siswa yang saling berinteraksi).
Inti persoalan psikologis dalam psikologi pendidikan, tanpa mengabaikan persoalan psikologi guru, terletak pada siswa. Pendidikan pada hakikatnya adalah pelayanan yang khusus diperuntukkan bagi siswa. Oleh karena itu, ruang lingkup pokok bahasan psikologi pendidikan, selain teori-teori psikologi pendidikan sebagai ilmu, juga berbagai aspek psikologis para siswa khususnya ketika mereka terlibat dalam proses belajar dan proses menajar-belajar.
Secara garis besar, banyak ahli yang membatasi pokok-pokok bahasan psikologi pendidikan menjadi tiga macam.
1. Pokok bahasan mengenai “belajar”, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip, dan ciri-ciri khas perilaku belajar siswa, dan sebagainya.
2. Pokok bahasan mengenai “proses belajar”, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar siswa.
3. Pokok bahasan mengenai “situasi belajar”, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun nonfisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar siswa. [7]
Sementara itu, Samuel Smith sebagaimana yang dikutip Suryabrata (1984), menetapkan 16 topik bahasan yang rinciannya sebagai berikut:
a) Pengetahuan tentang psikologi pendidikan (the science of educational psychology).
b) Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity).
c) Lingkungan yang bersifat fisik (physical structure).
d) Perkembangan siswa (growth).
e) Proses-proses tingkah laku (behavior process).
f) Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of learning).
g) Faktor-faktor yang memengaruhi belajar (factors that condition learning).
h) Hukum-hukum dan teori-teori belajar (laws and theories of learning).
i) Pengukuran, yakni, prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan pengukuran/evaluasi (measurenment: basic principles and definitions).
j) Transfer belajar, meliputi mata pelajaran (transfer of learning: subject matters).
k) Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspects of measurenments).
l) Ilmu statistic dasar (element of statistics).
m) Kesehatan rohani (mental hygiene).
n) Pendidikan membentuk watak (character education).
o) Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah (psychology of secondary school subjects).
p) Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary school subjects).
Keenam belas pokok bahasan itu, konon telah dikupas oleh hampir semua ahli yang telah diselidiki Smith, walaupun porsi (jumlah bagian/jatah) yang diberikan dalam pengupasan tersebut tidak sama.
Dari rangkaian pokok-pokok bahasan versi Smith dan tiga pokok yang sebelum ini telah penyusun singgung di muka, tampak sangat jelas bahwa masalah belajar (learning) adalah masalah yang paling sentral dan vital, (inti dan amat penting) dalam psikologi pendidikan. Dari seluruh proses pendidikan, kegiatan belajar siswa merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini bermakna bahwa berhasil-tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak berpulang kepada proses belajar siswa baik ketika ia berada dalam kelas maupun di luar kelas.
Masalah pokok kita sekarang adalah apa dan bagaimana belajar itu sesungguhnya? Samakah dengan latihan, menghapal, mengumpulkan fakta dan sebagainya?
Selanjutnya, walaupun masalah belajar merupakan pokok bahasan sentral dan vital, tidak berarti masalah-masalah lain tidak perlu dibahas oleh psikologi pendidikan. Masalah mengajar (teaching) dan proses mengajar belajar (teaching-learning process) seperti telah penyusun tekankan sebelum ini, juga dibicarakan dengan porsi yang cukup besar dan luas dalam psikologi pendidikan. Betapa pentingnya masalah proses mengajar-belajar tersebut, terbukti dengan banyaknya penelitian yang dilakukan dan buku-buku psikologi pendidikan yang secara khusus membahas masalah interaksi instruksional (hubungan bersifat pengajaran) antara guru dengan siswa.
Khusus mengenai proses mengajar-belajar, para ahli psikologi pendidikan seperti Barlow (1985) dan Good & Brophy (1990) mengelompokkan pembahasan ke dalam tujuah bagian.
1. Manajemen ruang (kelas) yang sekurang-kurangnya meliputi pengendalian kelas dan penciptaan iklim kelas.
2. Metodologi kelas (metode pengajaran).
3. Motivasi siswa peserta kelas.
4. Penanganan siswa yang berkemampuan luar biasa.
5. Penanganan siswa berprilaku menyimpang.
6. Pengukuran kinerja akademik siswa.
7. Pendayagunaan umpan balik dan penindaklanjutan.
Dalam hal penanganan manajemen (proses penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan) yakni manajemen ruang belajar atau kelas, tugas utama guru adalah: 1) melakukan kontrol terhadap seluruh keadaan dan aktivitas kelas; 2) menciptakan iklim ruang belajar (classroom climate) sedemikian rupa agar proses mengajar-belajar dapat berjalan wajar dan lancar. Pengendalian atau kontrol yang dilakukan guru, menurut tinjauan psikologi pendidikan harus senantiasa diorientasikan pada tercapainya disiplin. Disiplin dalam hal ini berarti segala sikap, penampilan, dan perbuatan siswa yang wajar dalam mengikuti proses mengajar-belajar. Adapun adalah penciptaan iklim kelas, guru sangat diharapkan mampu menata lingkungan psikologis ruang belajar sehingga mengandung atmosfer (baca: suasana perasaan) iklim yang memungkinkan para siswa mengikuti proses belajar dengan tenang dan bergairah.
E. Metode Psikologi Pendidikan
Metode adalah cara atau jalan yang ditempuh seorang dalam melakukan kegiatan. Metode dalam psikologi pendidikan melainkan untuk mengumpulkandata dan informasi yang bersifat psikologis. [8]
Pada umunya, para ahli psikologi pendidikan melakukan riset psikologi di bidang kependidikan dengan memanfaatkan beberapa metode penelitian tertentu seperti: a) eksperimen; b) kuesioner; c) studi khusus d) penyelidikan klinis; dan e) observasi naturalistic. Di samping lima macam metode di atas, H.C. Witherington menyebut satu metode lagi yang bernama metode filosofis atau spekulatif, namunkurang begitu populer.
Berikut adalah penjelasan metode dalam psikologi pendidikan yang meliputi; a) eksperimen, b) kuesioner, c) studi khusus, d) penyelidikan klinis, dan e) observasi naturalistic. [9]
a) Metode Eksperimen
Pada asasnya, metode eksperimen merupakan serangkaian percobaan yang dilakukan eksperimenter (peneliti yang bereksperimen) di dalam sebuah laboratorium atau ruangan tertentu lainnya. Tekni pelaksanaannya disesuaikan dengan data yang akan diangkat, misalnya data pendengaran siswa, penglihatan siswa, dan gerak mata siswa ketika sedang membaca. Selain itu, eksperimen dapat pula dipakai untuk mengukur kecepatan bereaksi seorang siswa terhadap stimulus tertentu. Alat utama yang paling sering dipakai dalam eksperimen pada jurusan psikologi pendidikan atau fakultas psikologi di universitas-universitas terkemuka adalah computer dengan pelbagai progrmnya seperti program cognitive psychology test.
Metode eksperimen yang digunakan dalam penelitian psikologi pendidikan dengan tujuan untuk menguji eabsahan dan kecermatan simpulan-simpulan yang idtarik dari hasil temuan penelitian dengan metode lain. Contoh: apabila sebuah simpulan yang ditarik dari sebuah penelitian dengan metode observasi misalnya, menimbulkan keraguan atau masalah baru, maka dilakukan percobaan atau eksperimen.
Metode eksperimen bagi para psikolog, termasuk psikolog pendidikan dianggap sebagai metode pilihan dalam arti lebih utama untuk digunakan dalam riset-riset. Alasannya, data dan informasi yang dihimpun melalui metode ini lebih bersifat definitive (pasti) dan lebih sainstifik (ilmiah) jika dibandingkan dengan data dan informasi yang dihimpun melalui penggunaan-penggunaan metode lainnya.
Anggapan itu sesungguhnya tidak sepenuhnya bena, sebab sering terjadi perilaku subjek yang terekam dalam eksperimen ternyata berlawanan dengan perilaku subjek tersebut dalam kehidupan sehari-harinya. Jadi, subjek tadi mungkin telah berpura-pura ketika diteliti karena ingin membantu atau mengacaukan rancangan operasional penelitian ekperimenter.
Untuk mengantisipasi hal yang bakal terjadi tidak sesuai dengan harapan peneliti, rancangan eksperimen (experimental design) biasanya dibuat sedemikian rupa, sehingga, seluruh unsur penelitian termasuk penggunaan laboratorium/tempat dan subjek yang akan diteliti betul-betul memenuhi syarat penelitian eksperimental.
Dalam penelitian ekperimental objek yang akan diteliti dibagi ke dalam dua kelompok, yakni 1) kelompok percobaan (experimental group); 2) kelompok pembanding (control group). Kelompok percobaan terdiri atas sejumlah orang tingkah lakunya diteliti dengan perlakuan khusus dalam arti sesuai dengan data yang akan dihimpun. Kelompok pembanding juga terdiri atas objek yang jumlah karakteristknya sama dengan kelompok percobaan, tetapi yang tingkah lakunya tidak diteliti dalam arti tidak diberi perlakuan (treatment) seperti yang diberikan kepada kelompok percobaan. Setelah eksperimen usai, data dari kelompok percobaan tadi dibandingkan dengan dari kelompok pembanding, lalu dianalisis, ditafsirkan, dan disimpulkan dengan teknik statistic tertentu.
b) Metode Kuesioner
Metode kuesioner (qustionaire) lazim juga disebut metode surat-menyurat (mail survey). Kuesioner disebut “mail survey” karena pelaksanaan penyebaran dan pengembaliannya sering dikirimkan ke dan dari responden melalui jasa pos.
Namun, sebelum kuesioner disebarkan atau dikirimkan kepada responden yang sesungguhnya seorang peneliti psikologi pendidikan biasanya melakukan uji coba (try out). Caranya, sejumlah kuesioner dibagi-bagikan kepada sejumlah orang tertentu yang memiliki karakteristik sama dengan calon responden yang sesungguhnya. Tujuannya, untuk memastikan pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner itu cukup jelas dan relevan untuk dijawab, dan untuk memeroleh masukan yang mungkin bermanfaat bagi penyempurnaan kuesioner tersebut.
Penggunaan metode kuesioner dalam riset-riset sosial termasuk bidang psikologi pendidikan relatif lebih menonjol apabila dibandingkan dengan penggunaan metode-metode lainnya. Gejala dominasi (penguasaan/kemenonjolan) penggunaan metode ini muncul karena lebih banyak sampel yang bisa dijangkau di samping unit cost (biaya satuan) per responen lebih murah. Contoh data yang dapat dihimpun dengan cara penyebaran adalah sebagai berikut.
1. Karakteristik pribadi siswa seperti jenis kelamin, usia, dan seterusnya tapi tidak termasuk nama.
2. Latar belakang keadaan siswa seperti latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, dan sebagainya.
3. Perhatian siswa terhadap mata pelajaran tertentu.
4. Faktor-faktor pendorong dan penghambat siswa dalam mengikuti pelajaran tertentu.
5. Aplikasi (penerapan), mata pelajaran tertentu dalam kehidupan sehari-hari siswa (seperti salat dalam pelajaran agama).
6. Pengaruh aplikasi mata pelajaran tertentu terhadap perikehidupan siswa.
c) Metode Studi Khusus
Studi kasusu (case study) ialah sebuah metode penelitian yang digunakan untuk memeroleh gambaran yang rinci mengenai aspek-aspek psikologis seorang siswa atau sekelompok siswa tertentu. Metode ini, selain dipakai oleh para peneliti psikologi pendidikan, juga sering dipakai oleh peneliti ilmu-ilmu sosial lainnya karena lebih memungkinkan peneliti melakukan investigasi (penyelidikan dengan mencatat fakta) dan penafsiran yang lebih luas dan mendalam.
Instrument atau alat data (APD) yang digunakan dalam studi kasus bisa bermacam-macam terutama yang dapat mengungkapkan variable yang sukar ditentukan dalam satuan jumlah tertentu (Tardif, 1987). Selanjutnya karena simpulan-simpulan yang ditarik dari hasil studi kasus biasanya sulit dijadikan tolak ukur yang berlaku umum (digeneralisasikan), studi tersebut sering diikuti dengan investigasi dan survey lain yang berskala lebih besar. Tetapi, dalam hal subjek yang diteliti, studi kasus relatif sama dengan metode penyelidikan klinis yakni hanya terdiri atas seorang individu atau kelompok kecil individu.
Fenomena dan peristiwa yang diselidiki dengan metode ini lazimnya terus-menerus diikuti perkembangannya selama kurun waktu tertentu. Bahkan seorang peneliti psikologi pendidikan terkadang memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menghimpun bahan-bahan berupa data dan informasi yang akurat, yang tepat dan cermat, mengenai seorang individu atau sekelompok kecil individu. Studi kasus akan memerlukan waktu yang lebih lama lagi apabila dipakai untuk menyelidiki fenomena genetika (karakteristik keturunan) yang dihubungkan dengan aktivitas pendidikan. Dalam hal ini, studi biasanya dimulai sejak seorang anak berusia muda (balita umpanya) hingga berusia tertentu (remaja misalnya) untuk mendapatkan pengertian yang tepat mengenai aspek-aspek perkembangan yang perlu diperhatkan demi kepentingan praktik kependdikan untuk anak tersebut.
d) Metode Penyelidikan Klinis
Pada mulanya, metode penyelidikan klinis atau sebut saja metode klinis (clinical method) hanya digunakan oleh para ahli psikologi klinis atau psikiater. Dalam metode ini terdapat prosedur diagnosis dan penggolongan penyakit kelainan jiwa serta cara-cara memberi perlakuan pemulihan (psychological treatment) terhadap kelainan jiwa tersebut.
Jean Piaget adalah yang mula-mula memanfaatkan metode penyelidikan klinis tersebut untuk kepentingan pendidikan. Piaget telah sering menggunakan metode ini untuk mengumpulkan data dengan cara yang unik yakni interaksi semu alamiah (quasi-natural) antara peneliti dengan anak yang diteliti (Reber, 1988).
Dalam hal pelaksanaan penggunaannya, peneliti menyediakan benda-benda dan memberi tugas-tugas serta pertanyaan-pertanyaan tertentu yang boleh diselesaikanoleh anak secara bebas menurut persepsi dan kehendaknya, kemudian, setelah data dari hasil penyelidikan pertama diangkat dan diberi perlakuan khusus (misalnya dianalisis sekilas), peneliti mengajukan lagi pertanyaan atau tugas tambahan untuk mendukung data yang terhimpun sebelumnya.
Sebelumnya perlu dicatat bahwa metode penyelidikan klinis pada umumnya hanya diberlakukan untuk menyelidiki anak atau siswa yang mengalami penyimpangan psikologis tak terkecuali penyimpangan perilaku (maladaptive behavior/behaviorisme). Oleh karenanya, penggunaan sarana dan cara yang dikaitkan dengan metode tersebut selalu memperhatikan batas-batas kesanggupan siswa. Sama halnya dengan metode eksperimen yang dilakukan dalam laboratorium, metode klinis juga mementingkan intensitas dan ketelitian yang sungguh-sungguh.
Sasaran yang akan dicapai oleh peneliti dengan penggunaan metode klinis terutama untuk memastikan sebab timbulnya ketidaknormalan perilaku seorang siswa atau sekelompok kecil siswa. Kemudian, berdasarkan kepastian faktor penyebab itu penelitian berupaya memilih dan menetukan cara-cara yang tepat untuk mengatasi penyimpangan tersebut.
e) Metode Observasi Naturalistik
Metode observasi naturalistic (naturalistic observation) adalah sejenis observasi yang dilakukan secara alamiah. Dalam hal ini, peneliti berada di luar objek yang diteliti atau tidak menampakkan diri sebagai orang yang sedang melakukan penelitian.
Pada mulanya, observasi naturalistik lebih banyak digunakan oleh para ahli ilmu hewan (ethologist) untuk mempelajari perilaku hewan tertentu, misalnya perkembangan perilaku ikan jantan terhadap ikan betina (Lazerson, 1975). Kemudian, metode observasi naturalistik digunakan oleh psikolog sosial untuk meneliti peranan kepemimpinan dalam sebuah masyarakat atau meneliti sekelompok orang yang memerlukan terapi (perawatan dan pemulihan) yang bersifat kemasyarakatan. Selanjutnya, metode ini juga digunakan oleh para psikolog perkembangan para psikolog kognitif, dan para psikolog pendidikan.
Dalam hal penggunaannnya bagi kepentingan penelitian psikolog pendidikan, seorang peneliti atau guru yang menjadi asistennya dapat mengaplikasikan metode observasi ilmiah itu lewat kegiatan pengajaran atau mengajar-belajar dalam kelas regular, yakni kelas tetap dan biasa, bukan kelas yang diadakan secara khusus. Selama proses mengajar-belajar berlangsung, jenis perilaku siswa yang diteliti (misalnya, kecepatan membaca) dicatat dalam lemabar format observasi yang khusus dirancang sesuai dengan data dan informasi yang akan dihimpun.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari uraian dalam makalah kami dapat kita petik sebuah kesimpulan pertama, psikologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana manusia belajar dalam pendidikan pengaturan, efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari sekolah sebagai organisasi.
Kedua, arti penting psikologi pendidikan adalah sebagai ilmu pengetahuan yang berupaya memahami keadaan dan perilaku manusia temasuk para siswa yang satu sama lainnya berbeda itu, amat penting bagi para guru pada semua jenjang pendidikan.
Ketiga, sejarah singkat psikologi pendidikan yang telah kita bahas sebelumnya dengan pelopornya yaitu Bapak Psikologi Pendidikan, yaitu Johann Friendrich Herbart.
Keempat, cakupan psikologi pendidikan yang khusus mempelajari, meneliti, dan membahas tingkah laku manusia dalam proses pendidikan.
Kelima, metode-metode psikologi pendidikan yang meliputi a) eksperimen, b) kuesioner, c) studi khusus, d) penyelidikan klinis, dan e) observasi naturalistic.
2. Saran
Demikian pentingnya psikologi pendidikan dalam pengajaran, maka ilmu ini harus dipahami serta diterapkan dalam dunia pendidikan dan pengajaran.
Oleh karena itu, prinsip keikhlasan dan keteladan dapat diterapkan agar pendidik dapat lebih mengetahui sifat peserta didik dan dapat menghadapi sikap masing-masing peserta didiknya. Sikap yang ikhlas bukan berarti tidak membutuhkan materi, tetapi materi bukanlah tujuan. Maka ikhlas dalam mencintai peserta didiknya karna Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda.
Noval, Official. 15 Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli. 31 Oktober 2015.http://www.seputarpengetahuan.com/2015/02/15-pengertian-pendidikan-menurut-para.html .
Budiman, Wandi. Hubungan Pendidikan dan Pengajaran. 09 November 2015. http://wandibudiman.blogspot.co.id/2011/10/arti-hakikat-dan-hubungan-pendidikan.html .
Haryanto. Pengertian Psikologi Pendidikan. 31 Oktober 2015. http://belajarpsikologi.com/pengertian-psikologi-pendidikan/ .
Dakhlan. Sejarah, Cakupan dan Metode Psikologi Pendidikan. 31 Oktober 2015. http://cyber-dakhlan90.blogspot.co.id/2014/09/sejarah-cakupan-dan-metode-psikologi.html .



[1]Muhibbin Syah, “Psikologi Pendidikan”, Bandung,Rosda, 2010, hlm 267.
[2]Noval Official, “15 Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli”, 31 Oktober 2015, diakses pukul 10.15 WIB, http://www.seputarpengetahuan.com/2015/02/15-pengertian-pendidikan-menurut-para.html
[3]Wandi Budiman, “Hubungan Pendidikan dan Pengajaran”, 09 November 2015, diakses pukul 06.07 WIB, http://wandibudiman.blogspot.co.id/2011/10/arti-hakikat-dan-hubungan-pendidikan.html
[4]Haryanto, “Pengertian Psikologi Pendidikan”, 31 Oktober 2015, diakses pukul 10.15 WIB,http://belajarpsikologi.com/pengertian-psikologi-pendidikan/
[5]Muhibbin Syah, “Psikologi Pendidikan”, Bandung,Rosda, 2010, hlm 267.
[6]Dakhlan, “Sejarah, Cakupan, dan Metode Psikologi Pendidikan”, 31 Oktober 2015, diakses pukul 10.15 WIB, http://cyber-dakhlan90.blogspot.co.id/2014/09/sejarah-cakupan-dan-metode-psikologi.html
[7]Dakhlan, “Sejarah, Cakupan, dan Metode Psikologi Pendidikan”, 31 Oktober 2015, diakses pukul 10.15 WIB, http://cyber-dakhlan90.blogspot.co.id/2014/09/sejarah-cakupan-dan-metode-psikologi.html
[8]Muhibbin Syah, “Psikologi Pendidikan”, Bandung,Rosda, 2010, hlm 267.
[9]Dakhlan, “Sejarah, Cakupan, dan Metode Psikologi Pendidikan”, 31 Oktober 2015, diakses pukul 10.15 WIB, http://cyber-dakhlan90.blogspot.co.id/2014/09/sejarah-cakupan-dan-metode-psikologi.html

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MAKALAH - PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN | MANAJEMEN PENDIDIKAN"

Posting Komentar