MAKALAH - PEMIKIRAN SYEH MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS TENTANG PENDIDIKAN ISLAM | MANAJEMEN PENDIDIKAN
PEMIKIRAN SYEH MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS
TENTANG PENDIDIKAN ISLAM
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan
Dosen : Drs. H. Bustanul Arifin, M. Pd. I
Oleh :
1. Tia Pratiwi
2. Taufiq hidayat
3. Tutik Handayani
4. Siti Umaroh
5. Diyan Sofiyati
|
6. Siti masruroh
7. Warsiti
8. Setyaningsih
9. Nur udin fu’ad
10.Nur naily syarifah
|
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
GROBOGAN
2016 M / 1437 H
KATA PENGANTAR
Bismillahir rahmanir rahim…
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Segala Puji Syukur, kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan karunia, taufiq dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pemikiran Syeh Muhammad Naquib Al-Attas tentang Pendidikan Islam” dengan baik.
Penyusunan makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya berkat adanya bantuan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak yang ada hubungannya dengan pembahasan makalah ini. Maka pada kesempatan kali ini, kami dengan setulus hati ingin menyampaikan terimakasih kepada :
1. Bapak Drs. H. Bustanul Arifin, M. Pd. I selaku dosen mata kuliah Filsafat Pendidikan yang telah memberikan tugas dan arahan kepada kami.
2. Kedua orang tua kami yang selalu memberikan motivasi dan do’a baik secara langsung maupun tidak langsung hingga terselesaikannya makalah ini.
3. Kawan-kawan tercinta STAI Grobogan khususnya angkatan 2015 yang selalu memberikan motivasi kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini.
4. Dan seluruh pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah turut memberikan motivasi agar kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya.
Harapan kami, semoga hasil pembahasan makalah ini akan bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya serta mendapat ridha Allah SWT.
Segala kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini mohon dimaklumi, segala kritik dan saran akan kami terima dengan senang hati, demi kebaikan dan kebenaran. Semoga Allah SWT. Berkenan mengampuni dosa dan kesalahan kita, Amiin Ya Rabbal ‘Alamin…
Hormat Kami
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul....................................................................................................... i
Kata Pengantar...................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................... iii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan....................................................................................... 2
Bab II Pembahasan
A. Naquib Al-Attas........................................................................................ 3
B. Dasar Pemikiran Naquib Al-Attas terhadap Pendidikan Agama Islam.... 9
C. Corak Pemikiran Pendidikan Menurut Naquib Al-Attas ......................... 17
Bab III Penutup
A. Kesimpulan................................................................................................ 19
Daftar Pustaka....................................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian vital dalam kehidupan manusia. Pendidikan (terutama Islam)dengan berbagai coraknya berorientasi memberikan bekal kepada manusia (peserta didik) untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, semestinya pendidikan (Islam) selalu diperbaharui konsep dan aktualisasinya dalam rangka merespon perkembangan zaman yang selalu dinamis dan temporal, agar peserta didik dalam pendidikan Islam tidak hanya berorientasi pada kebahagiaan hidup setelah mati (eskatologis); tetapi kebahagiaan hidup di dunia juga bisa diraih.
Dalam kenyataannya, di kalangan dunia Islam telah muncul berbagai isu mengenai krisis pendidikan dan problem lain yang amat mendesak untuk dipecahkan. Inilah yang menuntut agar selalu dilakukan pembaharuan (modernisasi) dalam hal pendidikan dan segala hal yang terkait dengan kehidupan umat Islam. Dewasa ini, pendidikan Islam di seluruh dunia sedang menghadapi tantangan yang sangat berat seiring dengan datangnya era globalisasi dan informasi. Tidak dapat dipungkiri betapa pengaruh Barat pada dunia Islam sangat mempengaruhi alur perjalanan kaum muslim terutama dalam bidang pendidikan.
Menurut Al-Attas (1984) percabangan sistem pendidikan yang ada antara tradisional-modern telah membuat lambang kejatuhan umat Islam. Jika hal itu tidak ditanggulangi maka akan mendangkalkan dan menggagalkan perjuangan umat Islam dalam rangka menjalankan amanah yang telah diberikan Allah SWT. Allah telah menjadikan umat manusia di samping sebagai hamba-Nya juga sebagai khalifah di muka bumi. Keadaan umat Islam jika ingin kembali bangkit memegang andil dalam sejarah sebagaimana di masa kejayaannya, amat ditentukan oleh sejauh mana kemampuannya dalam mengatasi problematika pendidikan yang sedang dialaminya.
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, termasuk salah satu pemikir dan pembaharu pendidikan Islam dengan ide-ide segarnya. Al-Attas tidak hanya sebagai intelektual dalam hal pendidikan dan persoalan umum umat Islam, tetapi juga pakar dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Ia juga dianggap sebagai tokoh penggagas Islamisasi ilmu pengetahuan yang mempengaruhi banyak tokoh lainnya. Ia secara sistematis merumuskan strategi Islamisasi ilmu dalam bentuk kurikulum pendidikan untuk umat Islam. Salah satu gagasannya yang cukup menarik adalah menawarkan term ta`dib sebagai dasar konsep pendidikan Islam.
Meski demikian, ide-ide Al-Attas tentang Islamisasi ilmu pengetahuan dalam pendidikan Islam banyak memperoleh tantangan dari para pemikir yang terlahir dari dunia Barat. Terlepas dari itu, Al-Attas telah dikenal sebagai filosof pendidikan Islam yang sampai saat ini kesohor di kalangan umat Islam dunia dan juga sebagai figur pembaharu (person of reform) pendidikan Islam. Respon positif ataupun negatif dari para intelektual yang ditujukan kepada Al-Attas menjadikan kajian terhadap pemikiran Al-Attas semakin menarik.
B. Perumusan Masalah
1. Siapakah Naquib Al-Attas itu?
2. Apa saja dasar pemikiran Naquib Al-Attas tentang pendidikan islam?
3. Bagaimana corak pemikiran Naquib Al-Attas tentang pendidikan islam?
C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang biografi Naquib Al-Attas.
2. Menjelaskan dasar pemikiran Naquib Al-Attas tentang pendidikan islam.
3. Menjelaskan tentang corak pemikiran Naquib Al-Attas tentang pendidikan islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Naquib Al-Attas
1. Biografi Al-Attas
Syed Muhammad al Naquib bin Ali bin Abdullah bin Muhsin al Attas(Bogor,5 September1931) adalah seorang cendekiawan dan filsuf muslim saat ini dariMalaysia. Ia menguasai teologi, filsafat, metafisika, sejarah, dan literatur. Ia juga menulis berbagai buku di bidang pemikiran dan peradaban Islam, khususnya tentang sufisme, kosmologi, filsafat, dan literatur Malaysia.[1]
2. Silsilah Kekerabatan
Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas adalah salah seorang dari kalangan ahlu al-bait Nabi (keturunan Nabi Saw.), namun bukan Syiah. Silsilah keluarganya dapat dilacak hingga ribuan tahun ke belakang melalui silsilah sayyid dalam keluarga Ba’lawi di Hadramaut dengan silsilah sampai ke Imam Husein ra., cucu tersayang Rasulullah Saw. Nama lengkapnya Syed Muhammad Naquib al-Attas ibn Abdullah ibn Muhsin al-Attas. Lahir di Bogor Jawa Barat, pada 5 September 1931. Di antara leluhurnya banyak yang menjadi ulama dan wali. Salah seorang di antara mereka adalah Syed M. Al-‘Alaydrus (dari pihak ibu), guru dan pembinbing ruhani Syed Abu Hafs ‘Umar Ba-Syaibah dari Hadramaut, yang mengantarkan Nur ad-Din ar-Raniri salah seorang ulama terkemuka di dunia Melayu. Ibunda Syed M. Naquib al-Attas adalah seorang wanita yang berdarah priayi Sunda bernama Sharifah Raquan al-‘Alaydrus.
Dari pihak ayah, kakek Syed M. Naquib al-Attas yang bernama Syed Abdullah ibn Muhsin ibn Muhammad al-Attas adalah seorang ulama yang pengaruhnya tidak hanya terasa di Indonesia, tetapi juga sampai ke negeri Arab. Muridnya, Syed Hasan Fad’ak, kawan Lawrence of Arabia, dilantik menjadi penasihat agama Amir Faisal, saudara Raja Abdullah dari Yordania. Neneknya, Ruqayah Hanum, adalah wanita Turki berdarah aristokrat yang menikah dengan Ungku Abdul Majid, adik Sultan Bakar Johor (w. 1895) yang menikah dengan adik Ruqayah Hanum Khadijah, yang kemudian menjadi Ratu Johor. Setelah Ungku Abdul Majid wafat (meniggalkan dua orang anak), Ruqyah menikah untuk yang kedua kalinya dengan Syed Abdullah al-Attas dan dikaruniai seorang anak, Syed Ali Al-Attas, yaitu Bapak Syed M. Naquib al-Attas.
Syed M. Naquib al-Attas adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Yang pertama bernama Syed Hussein, seorang ahli sosiologi dan mantan Wakil Rektor Universitas Malaya, sedangkan yang bungsu bernama Syed Zaid, sorang insinyur kimia dan mantan dosen Institute Tekonologi MARA.
Al-Attas menikah dengan Latifah Al-Attas alias Moira Maureen O’ Shay pada 9 Oktober 1961 yang dikaruniai empat orang anak. Keluarga Al-Attas adalah keluarga yang gemar akan Ilmu. Pada usia 5 tahun, Ia dikirim orang tuanya untuk bersekolah di Sekolah Dasar Ngee Heng (1936-1941) di Singapura kemudian kembali ke Indonesia pada masa pendudukan Jepang dan melanjutkan sekolah di Madrasah Al-‘Urwatu al-Wutsqa (1941-1945) di Sukabumi. Keluarga Al-Attas adalah keluarga darah biru yang orang Barat pada saat itu menjadi “bawahan” keluarga Al-Attas. Jadi sejak kecil Al-Attas tidak mengenal sisi inferiorisme itu dan tidak minder terhadap bangsa Barat seperti yang lainnya yang sedang terjajah. Setelah Perang Dunia II 1946, Al-Attas kembali ke Johor untuk merampungkan pendidikan selanjutnya. Ia melanjutkan pendidikannya di Bukit Zahrah School dan kemudian di English College (1946-1951). Ia di masa mudanya pernah menjadi resimen melayu melawan komunisme. Pada tahun 1951Al-Attas bergabung dengan Malay Regiment (pernah cedera, sehingga telinganya tidak bisa mendengar), 1952 sampai 1955 di Royal Military Academy, 1957-1959 melanjutkan pendidikannya di University of Malaya (Singapura), 1959 sampai 1962 di McGill University (Tesisnya tentang Nur ad-Din ar-Raniri dibimbing oleh Prof. Dr. H.M Rasjidi) dan pada 1962 hingga 1965 di SOAS University of London, dengan judul disertasi The Mysticism of Hamzah Fansuri. Karya Profesoratnya di Universiti Kebangsaan Malaysia berjudul Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu.[2]
3. Riwayat Pendidikan Al-Attas
Syed Muhammad Naquib al-Attas lahir di Bogor,Indonesia. Ia menempuh pendidikan dasar pada usia 5 tahun diJohor,Malaysia, namun saat pendudukan Jepang ia pergi belajar keJawauntuk belajarBahasa ArabdiMadrasah Al-`Urwatu’l-wuthqadi Sukabumi.
SetelahPerang Dunia IIpada tahun 1946 ia kembali ke Johor untuk menyelesaikan pendidikan menengahnya. Ia tertarik dan mempelajari sastra Melayu, sejarah, dan kebudayaan Barat. Saat kuliah di Universitas Malaya, al-Attas menulisRangkaian Ruba`iyat, sebuah karya literatur, danSome Aspects of Sufism as Understood and Practised among the Malays. Dari sini ia melanjutkan studi kethe Institute of Islamic StudiesdiMcGill University,Montreal,Kanada. Tahun1962Al-Attas menyelesaikan studi pasca sarjana di sini dengan thesisRaniri and the Wujudiyyah of 17th Century Acheh. Al-Attas kemudian melanjutkan studi keSchool of Oriental and African Studies,University of Londondi bawah bimbingan Professor A. J. Arberry dari Cambridge dan Dr. Martin Lings. Thesis doktornya (1962) adalah studi tentang dunia mistikHamzah Fansuri.
In 1987, Al-Attas mendirikan sebuah institusi pendidikan tinggi bernamaInternational Institute of Islamic Thought and Civilization(ISTAC) diKuala Lumpur. Melalui institusi ini Al-Attas bersama sejumlah kolega dan mahasiswanya melakukan kajian dan penelitian mengenai Pemikiran dan Peradaban Islam, serta memberikan respons yang kritis terhadapPeradaban Barat.[3]
6. Mendirikan ISTAC
Al-Attas kemudian berinsiatif untuk mendirikan perguruan tinggi yaitu ISTAC (International Institute of Islamic Thought and Civilization) di Malaysia dengan kemewahan arsitekstur khas peradaban Islam. Menurutnya fungsi sebuah benda itu tidak hanya dipikirkan, mamun ada nilai estetisme yakni yang memiliki matlamat bagi pembangunan jiwa. Solusi atas permasalahan umat yang diberikan oleh Al-Attas adalah Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer. Miniaturnya diwujudkan dalam ISTAC. Tujuan ISTAC yakni to conceptualize, clarify, elaborate, dan define Islamic key concepts relevant to the cultural, educational, scientific and epistemological problem encoutered by muslims at present age. Intinya melihat cara pandang dunia (alam) dengan Pandangan Alam Islam. Di ISTAC terdapat empat mata kuliah wajb; The Religion Of Islam, The History and Methodologi of Quranic Science, The History and Methodologi of Hadith dan Formal Logic.
Di antara para pengajar di ISTAC sebagian besar adalah murid Al-Attas sendiri seperti; Prof.Dr. Wan Mohd. Wan Daud, Prof. Dr. Alparslan Acikgenc, Prof.Dr. Sami K.Hamarmeh, Prof.Dr. Ahmad Kazemi Moussavi, Prof. Dr. Hassan El Nagar, Prof. Dr. Cemil Akdogan, Prof. Dr. alik Badri, Prof.Dr. Mehmet Ipsirli, Prof.Dr. Paul Lettinck, Prof. Dr. Muddathir Abdel ar-Rahim, Prof.Dr.Omar Jah, Dr. Ugi Suharto.
Di antara bentuk bangunan di ISTAC yang Al-Attas rancangan sendiri adalah bentuknya yang menyerupai Masjid Al-Hamra Andalusia dengan air mancur yang keluar dari mulut-mulut singa; dua lukisan megah yaitu lukisan Shalahuddin al-Ayubi dan Muhammad al-Fatih. Kedua lukisan dua tokoh tersebut menurutnya, adalah dua orang yang pernah menaklukan Barat. Bagi Al-Attas dengannya dapat terbangun kemewahan (superioritas) agar mereka tidak inferior di hadapan Barat. Sayangnya pada tahun 2003 ISTAC dibekukan.[4]
7. Karya-Karya Naquib Al-Attas
c. (1975) Comments on the Re-Examination of Al-Raniri’s Hujjat au’l Siddiq: A Refutation, Kuala Lumpur Museum Department.
f. (1988) The Oldest Known Malay Manuscript: A 16th Century Malay Translation of the `Aqa’id of al-Nasafi
n. (1995) Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam
B. Dasar Pemikiran Naquib Al-Attas terhadap Pendidikan Islam
1.Dasar Pemikiran Al-Attas
Al-Attas dari kecil sudah terbiasa dengan konsep pemikiran Islam yang tinggi. Pemikiran Al-Attas banyak dipengaruhi oleh pemikiran Imam Al-Ghazali, Imam Al-‘Asyari, Nur ad-Din ar-Raniri, Hamzah Fansuri, Shadr ad-Din Shirazy, dan para Filsuf dan Mutakallim klasik. Syed M. Naquib al-Attas adalah seorang yang pakar dan menguasai perlbagai disiplin ilmu, seperti teologi, filsafat dan metafisika, sejarah, sastra, dan bahasa. Tentu ilmu syariat tidak perlu dipertanyakan lagi, karena ia merupakan ilmu yang fardhu ‘ain. Al-Attas juga seorang penulis yang produktif dan otoritatif, yang telah memberikan kontribusi baru dalam disiplin keislaman dan peradaban Melayu. Sarjana ini juga diberi keahlian yang lain seperti ilmu Arsitektur yang Ia terpkan sendiri dalam membangun bangunan kampus ISTAC juga ilmu Kaligrafi. Dalam bidang kaligrafi, Al-Attas pernah mengadakan pameran kaligrafi di Museum Tropen, Amsterdam pada 1954. Dia juga telah mempublikasikan tiga kaligrafi basmallah-nya yang ditulis dalam bentuk burung Pekakak, Ayam Jago, Ikan dalam beberapa buah bukunya.
Al-Attas bersentuhan langsung dengan pendidikan Barat dan pendidikan Islam (pendidikan Islam ala tradisional) serta Ia juga mengecap pendidikan di institusi yang notabene sekuler. Di antara ide-ide Al-Attas yang sangat luar biasa adalah teorinya tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer, Ketidaknetralan Ilmu, Pandangan Alam Islam (The Islamic Worldview/Ru’yatuul Islam li al-Wujud/), tentang Sejarah Islam di Kepulaun Melayu, Filsafat Sains, konsep Bahasa, konsep kebahagiaan, keadilan dan Pendidikan. Pernah suatu waktu di Mekkah Al-Attas menyampaikan gagasan dan keinginannya mendasarkan pendidikan Islam di atas landasan metafisika yang benar dan menyampaikan persoalan utama yang melanda umat Islam yakni persoalan Ilmu juga tentang gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer. Para Orientalis dan sarjana Barat menganggap bahwa persoalan agama dan metafisikan bukan termasuk persoalan ilmu pengetahuan melain persoalan kepercayaan.[6]
2. Pengertian Pendidikan Islam Menurut Naquib Al-Attas
Ada beberapa istilah yang dipakai untuk menunjuk pengertian "pendidikan Islam" yang pengistilahan itu diambil dari lafad bahasa Arab (al-Qur'an) maupun al-sunnah. Misalnya dijumpai kata tarbiyah, ta'lim, dan ta'dib bahkan ada yang disebut riyadlah. Namun dalam pembahasan berikut ini akan disajikan konsep pendidikan Islam versi Naquib al-Attas. Pemaparan konsep pendidikan Islam dalam pandangan al-Attas lebih cenderung menggunakan istilah (lafad) ta’dib, daripada istilah-istilah lainnya. Pemilihan istilah ta’dib, merupakan hasil analisa tersendiri bagi al-Attas dengan menganalisis dari sisi semantik dan kandungan yang disesuaikan dengan pesan-pesan moralnya.Sekalipun istilah tarbiyah dan ta’lim telah mengakar dan mempopuler, ia menempatkan ta’dib sebagai sebuah konsep yang dianggap lebih sesuai dengan konsep pendidikan Islam. Dalam penjelasannya (Yunus, 1972:37-38), kata ta’dib sebagaimana yang menjadi pilihan al-Attas, merupakan kata (kalimat) yang berasal dari kata “addaba“ yang berarti memberi adab, atau mendidik.
Dari sini dapat dipahami bahwa yang dimaksudkan dengan Ta'dib dalam terminologi al-Attas adalah peresapan dan penanaman adab pada diri manusia(serdik) dalam proses pendidikan. Disamping itu adab merupakan suatu muatan atau kandungan yang semestinya ditanamkan dalam proses pendidikan Islam. Mengenai adab dalam konteks ini, al-Attas mendefinisikan sebagai berikut:
“Adab berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hirarkis sesuai dengan berbagai tingkatan dan derajat mereka dan tentang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kapasitas dan potensi jasmaniah,intelektual serta ruhaniah seseorang”.
Dalam pandangan al-Attas, dengan menggunakan term di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan Islam adalah proses internalisasi dan penanaman adab pada diri manusia. Sehingga muatan substansial yang terjadi dalam kegiatan pendidikan Islam adalah interaksi yang menanamkan adab. Seperti yang diungkapkan al-Attas, bahwa pengajaran dan proses mempelajari ketrampilan betapa pun ilmiahnya tidak dapat diartikan sebagai pendidikan bilamana di dalamnya tidak ditanamkan ‘sesuatu’ (Ismail SM, dalam Abdul Kholiq, dkk., 1999: 275).
Al-Attas melihat bahwa adab merupakan salah satu misi utama yang dibawa Rasulullah yang bersinggungan dengan umatnya. Dengan menggunakan term adab tersebut, berarti menghidupkan Sunnah Rasul. Konseptualisasinya adalah sebagaimana sabdanya: “Tuhanku telah mendidikku (addaba), dengan demikian membuat pendidikanku (ta’dib) yang paling baik”. (HR. Ibn Hibban).
Sesuai dengan ungkapan hadits di atas, bahwa pendidikan merupakan pilar utama untuk menanamkan adab pada diri manusia, agar berhasil dalam hidupnya, baik di dunia ini maupun di akhirat kemudian. Karena itu, pendidikan Islam dimaksudkan sebagai sebuah wahana penting untuk penanaman ilmu pengetahuan yang memiliki kegunaan pragmatis dengan kehidupan masyarakat. Karena itu, menurut al-Attas (1990: 222), antara ilmu, amal dan adab merupakan satu kesatuan (entitas) yang utuh. Kecenderungan memilih term ini, bagi al-Attas bahwa pendidikan tidak hanya berbicara yang teoritis, melainkan memiliki relevansi secara langsung dengan aktivitas di mana manusia hidup. Jadi, antara ilmu dan amal harus berjalan seiring Konsep Pendidikan menurut Naquib al-Attas.
Al-Attas membantah istilah tarbiyah, sebagaimana yang digunakan oleh beberapa pakar paedagogis dalam konsep pendidikan Islam. Ia berpandangan bahwa term tarbiyah relatif baru dan pada hakikatnya tercermin dari Barat. Bagi al-Attas (1990:64-66) konsep itu masih bersifat generik, yang berarti semua makhluk hidup, bahkan tumbuhan pun ikut terkafer di dalamnya. Dengan demikian, kata tarbiyah mengandung unsur pendidikan yang bersifat fisik dan material. Lebih lanjut, al-Attas menjelaskan bahwa perbedaan antara ta’dib dan tarbiyah adalah terletak pada makna substansinya. Kalau tarbiyah lebih menonjolkan pada aspek kasih sayang (rahmah), sementara ta’dib, selain dimensi rahmah juga bertitik tolak pada aspek ilmu pengetahuan. Secara mendasar, ia mengakui bahwa dengan konsep ta’dib, pendidikan Islam berarti mencakup seluruh unsur-unsur pengetahuan, pengajaran, dan pengasuhan yang baik. Karena itu, di luar istilah ta’dib, bagi al-Attas tidak perlu dipakai.
Dari sini dapat dipahami bahwa menurut al-Attas, hakikat pendidikan Islam adalah Ta'dib, karena istilah tersebut sudah termasuk tarbiyah atau ta'lim, karena menurutnya ta'dib sudah mencakup unsur-unsur pengetahuan(llm), pengajaran(ta'lim), dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). Selanjutnya menurut al-Attas jika konsep ta'dib ini tidak diterapkan maka akan muncul akibat-akibat yang serius diantaranya:
pertama,kebingungan dan kesalahan dalam pengetahuan, yang pada gilirannya menciptakan kondisi:
kedua, hilangnya adab di dalam umat. Kondisi yang timbul akibat 1 dan 2 adalah:
ketiga, Bangkitnya pemimpim-pemimpin yaang tidak memenuhi syarat-syarat kepemimpinan yang absah dalam umat Islam, yang tidak memiliki standar moral, intelektual dan spiritual yang tinggi yang dibutuhkan bagi kepemimpinan.
Menurut al-Attas, pendidikan dalam arti Islam adalah sesuatu yang khusus untuk manusa, lebih lanjut ia mengatakan: “Mengingat makna pengetahuan dan pendidikan hanya berkenaan dengan manusia saja, dan sebagai terusannya dengan masyarakat pula, maka pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu didalam tatanan penciptaan mesti paling utama diterapkan pada pengenalan dan pengakuan manusia itu sendiri tentang tempatnya yang tepat, yaitu kedudukannya dan kondisinya dalam kehidupan sehubungan dengan dirinya, keluarganya, kelompoknya atau komunitasnya dan masyarakatnya serta kepada disiplin pribadinya, di dalam mengaktualisasikan dalam dirinya pengenalan dengan pengakuan”.
3. Tujuan Pendidikan Islam Menurut Naquib Al-Attas
Menurut pemikiran Naquib al-Attas yang beranggapan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah menanamkan kebajikan dalam “diri manusia” sebagai manusia dan sebagai diri individu. Tujuan akhir pendidikan Islam adalah menghasilkan manusia yang baik, yakni kehidupan materiil dan spiritualnya. Di samping tujuan pendidikan Islam yang menitikberatkan pada pembentukan aspek pribadi individu, juga mengharapkan pembentukan masyarakat yang ideal tidak terabaikan. Seperti dalam ucapannya, “Karena masyarakat terdiri dari perseorangan maka membuat setiap orang atau sebagian besar diantaranya menjadi orang-orang baik berarti pula menghasilkan suatu masyarakat yang baik” (Al-Attas, 1991:23).
Secara ideal, al-Attas menghendaki pendidikan Islam mampu mencetak manusia yang baik secara universal (al-insan al-kamil). Suatu tujuan yang mengarah pada dua demensi sekaligus yakni, sebagai Abdullah (hamba Allah), dan sebagai Khalifah fi al-Ardl (wakil Allah di muka bumi). Karena itu, sistem pendidikan Islam harus merefleksikan ilmu pengetahuan dan perilaku Rasulullah, serta berkewajiban mewujudkan umat Muslim yang menampilkan kualitas keteladanan Nabi Saw.
Dari diskripsi diatas bisa dipahami bahwa dengan harapan yang tinggi, al-Attas menginginkan agar pendidikan Islam dapat mencetak manusia paripurna, insan kamil yang bercirikan universalis dalam wawasan dan ilmu pengetahuan dengan bercermin kepada ketauladanan Nabi Saw. Pandangan al-Attas tentang masyarakat yang baik, sesungguhnya tidak terlepas dari individu-individu yang baik. Jadi, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat yang baik, berarti tugas pendidikan harus membentuk kepribadian masing-masing individu secara baik. Karena masyarakat kumpulan dari individu-individu.
4. Sistem Pendidikan Islam Menurut Naquib Al-Attas
Sebagaimana yang tertuang dalam tujuan pendidikan Islam di atas, bahwa al-Attas mendeskripsikan tujuan tersebut adalah mewujudkan manusia sempurna, insan kamil. Dengan begitu, berarti sistem pendidikan Islam harus memahami seperangkat bagian-bagian yang terkait satu sama lain dalam sistem pendidikan. Maksudnya pendidikan Islam harus mencerminkan aspek manusia itu sendiri, bukannya negara. Perwujudan paling tinggi dan sempurna dari sistem pendidikan adalah Universitas. Menurut al-Attas, Universitas Islam yang dirancang untuk mencerminkan yang universal, harus pula merupakan pencerminan manusia itu sendiri.
Al-Attas berpandangan bahwa seperti manusia yang terdiri dari dua unsur, jasmani dan ruhani, maka ilmu juga terbagi dua katagori, yaitu ilmu pemberian Allah(melalui wahyu ilahi), dan ilmu capaian (yang diperoleh melalui usaha pengamatan, pengalaman dan riset manusia). Al-Attas membuat skema yang menjelaskan kedudukan manusia dan sekaligus pengetahuan. Bahwa pada dasarnya ilmu pengetahuan menurut dia, adalah berian Allah (God Given) dengan mengacu pada fakultas dan indra ruhaniayah manusia. Sedangkan ilmu capaian mengacu pada tingkatan dan indra jasmaniyah.
Menurut al-Attas, bahwa akal merupakan mata rantai yang menghubungkan antara yang jasmani dan yang ruhani, karena akal pada hakikatnya adalah substansi ruhaniyah yang menjadikan manusia bisa memahami hakikat dan kebenaran ruhaniyah. Dengan kata lain, dia mengatakan bahwa ilmu-ilmu agama merupakan kewajiban individu yang menjadi pusat jantung diri manusia.
Jadi, dalam sistem pendidikan Islam ada tiga tahap atau tingkat (rendah, menengah, dan tinggi ) ilmu fardlu ain harus diajarkan tidak hanya pada tingkat rendah, melainkan juga pada tingkat menengah dan tingkat universitas. Karena universitas menurut al-Attas merupakan cerminan sistematisasi yang paling tinggi, maka formulasi kandungannya harus di dahulukan. Seperti yang dijelaskan al-Attas (1991: 41) ruang lingkup dan kandungan pada tingkat universitas harus lebih dahulu dirumuskan sebelum bisa diproyeksikan ke dalam tahapan-tahapan yang lebih sedikit secara berurutan ketingkat yang lebih rendah mengingat tingkat universitas mencerminkan perumusan sistematisasi yang paling tinggi, maka formulasi kandungannya harus didahulukan.
Merujuk hal tersebut bisa dipahami bahwa pembenahan dan rekonstruksi terhadap Universitas merupakan sesuatu yang pertama yang harus dilakukan sebab, ia akan menjadi model bagi level-level dibawahnya. Bila tidak demikian, artinya jika usaha perumusan ruang lungkup dan kandungan dimulai dari tingkat yang paling rendah dikhawatirkan tidak akan berhasil lantaran tidak adanya model yang lengkap yang bertindak sebagai kriteria bagi perumusan ruang lingkup dan kandungan tersebut.
Al-Attas mengklasifikaskan ilmu menjadi dua macam, yakni ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu rasional, intelektual dan filosofis. Yang termasuk ilmu-ilmu agama misalnya: al-Qur’an; (pembacaan dan penafsirannya). Al-Sunnah; (kehidupan Nabi, sejarah dan pesan para rasul sebelumnya, hadits dan riwayat-riwayat otoritasnya). Al-Syari’ah; (Undang-undang das hukum, prinsip-prinsip dan praktek-praktek Islam; Islam, iman ihsan). Teologi (Tuhan, esensi-Nya, sifat-sifat dan nama-nama-Nya, serta tindakan-tindakan-Nya). Tasawuf (Pikologi, kosmologi, dan antologi), dan ilmu bahasa atau Linguistik (bahasa Arab, tata bahasa, leksikografi dan kesusatraan).
Sedangkan yang termasuk ilmu rasional dan sejenisnya adalah ilmu-ilmu kemanusiaan, ilmu-ilmu alam, dan ilmu-ilmu terapan. Menururt al-Attas, bagian yang termasuk ilmu kemanusian seharusnya ditambah dengan pengetahuan Islam. Karena semua disiplin ilmu harus bertolak kepada Islam. Karena itu ia menganjurkan agar pengetahuan tersebut ditambahkan disiplin-disiplin baru yang berkaitan dengan hal berikut ini:
a. Perbandingan agama dari sudut Islam
b. Kebudayaan dan peradaban Barat, khususnya kebudayaan dan peradaban yang selama ini dan di masa datang berbenturan dengan Islam.
c. Ilmu-ilmu linguistik; bahasa-bahasa Islam, tata bahasa, dan literatur.
d. Sejarah Islam; pemikiran kebudayaan dan peradaban Islam, perkembangan ilmu-ilmu sejarah Islam, filsafat-filsafat sains Islam, Islam sebagai sejarah dunia (al-Attas, 1990:91).
Dari diskripsi diatas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa sesuai dengan pandangan al-Attas tentang ilmu, ia melihat bahwa Universitas Islam tidak dapat mencontoh begitu saja pada Universitas Barat yang senantiasa memisahkan ilmu pengetahuan dan nilai dalam dua bidang yang dipisahkan oleh ruang hampa. Universitas Islam mesti mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan nilai demi terwujudnya manusia ideal, yaitu manusia beradab.
C. Corak Pemikiran Pendidikan Menurut Naquib Al-Attas
Apabila ditelaah dengan cermat, format pemikiran pendidikan yang ditawarkan oleh Al-Attas sebagaimana telah dideskripsikan, tampak jelas bahwa dia berusaha menampilkan wajah pendidikan Islam sebagai suatu pendidikan terpadu.
Hal tersebut dapat secara jelas dilihat dari tujuan pendidikan yang dirumuskannya, yakni terwujudnya manusia yang 'baik', yaitu manusia yang universal(Al-Insan Al-Kamil). Insan kamil yang dimaksud adalah manusia yang bercirikan: Pertama; manusia yang seimbang, memiliki keterpaduan dua dimensi kepribadian; a). dimensi isoterikvertikal yang intinya tunduk dan patuh kepada Allah dan b). dimensi eksoterik, dialektikal, horizontal, yaitu membawa misi keselamatan bagi lingkungan sosial alamnya. Kedua; manusia seimbang dalam kualitas pikir, dzikir dan amalnya (Achmadi, 1992: 130). Maka untuk menghasilkan manusia seimbang yang bercirikan tersebut merupakan suatu keniscayaan adanya upaya maksimal dalam mengkondisikan lebih dahulu paradigma pendidikan yang terpadu.
Dari deskripsi di atas, dapat ketahui bahwa orientasi pendidikan Al-Attas adalah mengarah pada pendidikan yang bercorak moral religius yang tetap menjaga prinsip keseimbangan dan keterepaduan sistem. Hal tersebut terlihat dalam konsepsinya tentang Ta’dib (adab) yang menurutnya telah mencakup konsep ilmu dan amal. Di situ dipaparkan bahwa setelah manusia dikenalkan akan posisinya dalam tatanan kosmik lewat proses pendidikan, ia diharapakan dapat mengamalkan ilmunya dengan baik di masyarakat berdasarkan adab, etika dan ajaran agama. Dengan bahasa yang berbeda dapat dikatakan bahwa penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dilandasi pertimbangan nilai-nilai dan ajaran agama.
Hal itu merupakan indikator bahwa pada dasarnya paradigma pendidikan yang ditawarkan Al-Attas lebih mengacu kepada aspek moral-transendental (afektif) meskipun juga tidak mengabaikan aspek kognitif (sensual–logis) dan psikomotorik (sensual-empiris). Hal ini relevan dengan aspirasi pendidikan Islami, yakni aspirasi yang bernafaskan moral dan agama. Karena dalam taksonomi pendidikan Islami, dikenal adanya aspek transendental, yaitu domain iman disamping tiga domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain Iman diperlukan dalam pendidikan Islam, karena ajaran Islam tidak hanya menyangkut hal-hal yang rasional, tetapi juga menyangkut hal-hal yang supra rasional, dimana akal manusia tidak akan mampu menangkapnya, kecuali didasari dengan iman, yang bersumber dari wahyu, yaitu Al-Qur'an dan Al-Hadits. Domain Iman merupakan titik sentral yang hendak menentukan sikap dan nilai hidup peserta didik, dan dengannya pula menentukan nilai yang dimiliki dan amal yang dilakukan.[7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Syed Muhammad al Naquib bin Ali bin Abdullah bin Muhsin al Attas(Bogor,5 September1931) adalah seorang cendekiawan dan filsuf muslim saat ini dariMalaysia. Ia menguasai teologi, filsafat, metafisika, sejarah, dan literatur. Ia juga menulis berbagai buku di bidang pemikiran dan peradaban Islam, khususnya tentang sufisme, kosmologi, filsafat, dan literatur Malaysia.
2. Pemikiran Al-Attas banyak dipengaruhi oleh pemikiran Imam Al-Ghazali, Imam Al-‘Asyari, Nur ad-Din ar-Raniri, Hamzah Fansuri, Shadr ad-Din Shirazy, dan para Filsuf dan Mutakallim klasik. Naquib memandang bahwa pendidikan Islam adalah proses internalisasi dan penanaman adab pada diri manusia.
3. Format pemikiran pendidikan yang ditawarkan oleh Al-Attas menampilkan wajah pendidikan Islam sebagai suatu pendidikan terpadu.Orientasi pendidikan Al-Attas mengarah pada pendidikan yang bercorak moral religius yang tetap menjaga prinsip keseimbangan dan keterepaduan sistem.
DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia.“Syeh Muhammad Naquib Al-Atas”.Disalin 26 Mei 2016.https://id.wikipedia.org/wiki/Syed_Muhammad_Naquib_al-Attas
UI, Masjid Disc.“Biografi Intelektual Muslim: Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas”.Disalin26 Mei 2016.https://www.facebook.com/notes/disc-masjid-ui/biografi-intelektual-muslim-prof-syed-muhammad-naquib-al-attas/10153339773009237/
DesBayy, “Makalah Pemikiran Pendidikan Naquib Al-Attas”. Disalin 26 Mei 2016.http://desbayy.blogspot.co.id/2015/11/makalah-pemikiran-pendidikan-naquib-al.html
[1] Wikipedia, “Syeh Muhammad Naquib Al-Atas”,disalin pukul 09 .43 WIB, 26 Mei 2016,https://id.wikipedia.org/wiki/Syed_Muhammad_Naquib_al-Attas
[2] Disc Masjid UI, “Biografi Intelektual Muslim: Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas”, disalin pukul 09.35 WIB, 26 Mei 2016, https://www.facebook.com/notes/disc-masjid-ui/biografi-intelektual-muslim-prof-syed-muhammad-naquib-al-attas/10153339773009237/
[3] Wikipedia, “Syeh Muhammad Naquib Al-Atas”,disalin pukul 09.43 WIB, 26 Mei 2016,https://id.wikipedia.org/wiki/Syed_Muhammad_Naquib_al-Attas
[4] Disc Masjid UI, “Biografi Intelektual Muslim: Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas”, disalin pukul 09.35 WIB, 26 Mei 2016, https://www.facebook.com/notes/disc-masjid-ui/biografi-intelektual-muslim-prof-syed-muhammad-naquib-al-attas/10153339773009237/
[5] Wikipedia, “Syeh Muhammad Naquib Al-Atas”,disalin pukul 09.43 WIB, 26 Mei 2016,https://id.wikipedia.org/wiki/Syed_Muhammad_Naquib_al-Attas
[6] Disc Masjid UI, “Biografi Intelektual Muslim: Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas”, disalin pukul 09.35 WIB, 26 Mei 2016, https://www.facebook.com/notes/disc-masjid-ui/biografi-intelektual-muslim-prof-syed-muhammad-naquib-al-attas/10153339773009237/
[7] DesBayy, “Makalah Pemikiran Pendidikan Naquib Al-Attas”, disalin pukul 10.56 WIB, 26 Mei 2016, http://desbayy.blogspot.co.id/2015/11/makalah-pemikiran-pendidikan-naquib-al.html
0 Response to "MAKALAH - PEMIKIRAN SYEH MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS TENTANG PENDIDIKAN ISLAM | MANAJEMEN PENDIDIKAN"
Posting Komentar