CERPEN - Jubah Hitam Hutan Sumatera
Hamparan pepohonan yang menjulang tinggi menggoyang-goyangkan daunannya seiring tiupan angin sepoi-sepoi dengan irama kicauan serangga-serangga hutan. "Ehm, sejuk sekali." Batin seorang mahasiswi Universitas Gajah Mada yang bernama Lika.
"Kamu yakin bisa meneliti hutan yang berasal dari biji ini?" Kata salah seorang temannya meragukan. Panggil saja teman Lika dengan nama Tantri.
"Lihat saja nanti, Tri" Jawab Lika dengan yakin.
"Untuk sementara ini kita akan disewakan kos oleh Pak Ka Sub Bagian Umum dan Kepegawaian. Entah siapa ane lupa namanya. Hihi..."
"Pak Sas?" Tanyaku memastikan.
"Iya... Katanya kita akan tinggal di kos tempat para Suku Mentawai"
Disebuah ruangan yang terlihat manis dalam Kantor Dinas Kehutanan, terdengar amat tenang dengan lantunan musik jass yang dilantunkan oleh Sanyo type X200, yang tengah memutar saluran FM. Dengan mata gugup tetapi yakin, Lika berkonsultasi dengan Kepala Dinas Kehutanan yang bernama Bapak Darto. Disaat tengah berkonsultasi siraman hangat dari teh manis Lika ditumpahkan ke bajunya oleh seorang office boy yang memiliki sifat pemalu. Sesaat mata Lika dengan mata office boy itu bertemu, seakan semua orang di sekitar mereka berhenti beraktivitas mereka saling melempar senyuman.
"Oh waktu seakan berhenti untuk kita, walau hanya sebentar tetapi begitu lama kurasakan." Batin Lika setelah bertatapan dengan office boy itu.
"Maafkan saya. Saya akan segera mengambilkan untuk, Ibu." Dengan gaya yang gugup dan gemetaran, office boy itu menundukkan kepalanya. Sungguh itu tipe laki-laki yang aku suka.
"Iya tidak apa-apa." Sembari memandang wajahnya yang selalu disembunyikan. Cukup manis juga.
Setelah berkonsultasi dengan Pak Darto mereka kembali ke kos. Telinga Lika seakan hampir pecah karena mendengar celotehan Tantri bahwa Lika menyukai si office boy itu. Walau memang benar. Jika Lika menyukai office boy nan manis itu.
"Lik, kamu nggak takut?" Tanya Tantri sembari menyisir rambutnya.
"Takut kenapa?" Jawabku heran.
"Kata orang-orang disini, banyak orang hilang didalam hutan tropis ini. Makanya para pekerja dalam Dinas Kehutanan disini tidak pernah sendiri dalam berpatroli di hutan. Sedangkan kamu nantinya cuma sendirian di hutan."
"Lho, bukannya nanti aku melakukan penelitiannya bareng sama kamu ya, Tri?"
"Tadi aku dapet Email dari Prof. Adrian, katanya aku disuruh meneliti Tata Usaha dalam Dinas Kehutanan."
"Oh, begitu."Jawab Lika pura-pura tidak takut untuk menenangkan diri.
"Kok kamu nggak takut?"
"Itu sih cuma mitos." Jawab Lika dengan tenang.
"Cuma mitos katamu? Itu nyata Lika. Jika aku menjadi kamu, aku meminta salah seorang petugas dari Dinas Kehutanan untuk menemanimu."
"Hihi, bagaimana kalau si officen boy itu? Nah, nanti ceritanya aku bakal pura-pura takut, tuh. Terus aku akan dipeluk oleh si office boy itu" Tanya Lika sembari ternseyum nakal dan membanyangkan hal-hal konyol.
"Ih, kamu memang benar-benar susah dibilangin. Maksudku petugas Dinas Kehutanan, bukan office boy Dinas Kehutanan. Memang seorang office boy tahu tentang seluk beluk hutan? Yang ada malah kalian berdua dimakan harimau Sumatra bareng-baren lagi, Hwrau Grrr..." Sembari menirukan gaya harimau yang akan menerkam mangsanya.
"Hihi, kan aku cuma bercanda. Baiklah besok aku akan meminta seorang petugas dari Dinas Kehutanan untuk menemaniku."
Kilauan sinar matahari yang dibiaskan oleh embun pagi menghangatkan suasana antara Lika dan petugas Dinas Kehutanan bidang Pengusahaan Hutan panggil saja dengan nama Dimas. Umurnya terpaut tiga tahun lebih muda dari Lika, makadari itu terkadang Lika sungkan jika mengundangnya sebagai 'Pak'.
"Pak, kalau boleh tahu. Spesies apa saja yang tinggal dalam hutan ini?"
"Hutan hujan tropis Sumatera adalah habitat dari harimau Sumatera, gajah Sumatera, badak Sumatera yang merupakan spesies badak tekecil dan memiliki dua cula."
"Oh, begitu. Pantas saja kita harus menaiki kendaraan seperti mobil dan bus yang tertutup. Akan tetapi, bolehkah saya keluar dari mobil ini jika saya akan meneliti tanaman atau hewan-hewan kecil?" Tanya Lika lagi.
"Tentu saja boleh, selagi tidak ada hewan buas disekitar kita. Oiya kalau panggil jangan pakek sebutan 'Pak'. Panggil Dimas saja. Serasa lebih tua dari umurku jika kamu panggil aku seperti itu." Kata Dimas sembari menyunggingkan senyumnya.
Luas dari Hutan Hujan Tropis Sumatera seluruhnya adalah 2,5 juta hektar yang terdiri dari tiga Taman Nasional di Sumatra. Tiga Taman Nasional tersebut adalah: Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci Seblat, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Tempat ini juga tempat berbagai jenis tumbuhan endemik seperti, Kantong Semar, Rafflesia Arnoldi (Bunga terbesar di dunia), Amorphophallus Titanum (Bunga tertinggi)
Serangkaian keterangan diatas adalah hasil dari tarian pena Lika untuk membuat rancangan skripsinya. Sempat Lika berfikir untuk dapat menuliskan tentang misteri hilangnya gadis-gadis dari Suku Mentawai dan Suku Anak Dalam, tetapi ketakutannya meluruhkan keinginannya untuk melakukan itu.
Disaat matahari berada diatas ubun-ubun. Lika yang tengah berbincang-bincang dengan Tantri dikagetkan oleh suara pecahan kaca, pada Ruang Kepala Dinas Kehutanan. Kemudian Tantri segera mendekat pada sumber suara itu. Sedangkan Lika tetap dengan Laptopnya untuk membuat skripsi.
"Permisi, Ibu mau pesan apa?" Tanya si office boy itu.
"Ehm, air putih saja." Jawabku sembari memasang wajah sok imut. Hihi...
"Baiklah. Oiya, teman Ibu ingin dipesankan apa?"
"Samakan seperti saya saja."
"Baiklah."
"Terimakasih, Paaak?" Sembari menanyakan secara tersirat tentang namanya.
"Oh, nama saya Len." Dengan agak sedikit gugup kemudian Len meberkata "Sebenarnya kalau di jam istirahat seperti ini, ti ti-tidak perlu memanggil 'Pak' juaga tidak apa-apa."
"Hihi... Dan kamu juga tidak harus memanggilku Ibu, disaat tidak jam kerja." Sembari tersenyum renyah, dan tiba-tiba Tantri datang.
"Akan segera kuambilkan segelas air putih. Sampai nanti." Setelah melihat Tantri Len segera beranjak, seakan-akan baru saja melihat monster.
Kemudian aku dan Tantri berbincang-bincang kembali, tak lama kemudian pujaan hati Lika datang untuk memberikan air putih. Oh~ Kemudian pujaan hati Lika perhi lagi, kemudian Lika senyum-senyum sendiri sembari memegangi dadanya yang bergetar.
"Please, deh.. Lik, Kamu itu cantik, sexi, pinter, kaya. Argh, Kok kamu bisa-bisanya sih naksir sama seorang office boy?" Ujar Tantri senewen setelah melihat Lika bertingkah gila.
"Ini bukan masalah kecantikan ataupun materi, Tri. Ini masalah..." Sembari memegang dada Tantri. Dan melanjutkan perkataannya "Hati." Kata Lika lirih dengan tampang sok bijak.
"Kalau aku jadi kamu, aku akan menerima Dimas yang jelas-jelas sudah ngasih sinyal-sinyal kalau dia menyukaimu. Bandingkan dengan si office boy itu, dia bahkan terlihat cuwek terhadapmu."
"Ih, tadi dia nggak cuwek sama aku. Dia cuwek sama aku saat ada kamu saja. Week." Cerocos Lika sembari mengeluarkan lidahnya.
"Baiklah. Aku harus kembali meneliti. Sana ke hutan lagi, mungkin kamu sudah ditunggu Dimas." Ujar Tantri sedikit mengusir. Kemudian Lika pergi dengan wajah cemberut.
Avansa yang Dimas kendarai menggelindingkan rodanya begitu cepat dalam kesunyian sore ini. Kemudian Avansa itu berhenti tak jauh dari Danau Tujuh, danau tertinggi di Asia Tenggara. Kata Dimas, hari ini Lika bekerja begitu keras untuk mengerjakan skripsi. Jadi Dimas bermaksud mengajak Lika refressing ke danau ini.
"Lihat itu.." Pinta Dimas.
"Iya, Danau yang cantik."
"Bukan danaunya yang indah." Ujar Dimas dengan muka serius, kemudian Lika melihatnya karena bingung.
"Tapi orang yang di sebelahku." Kata Dimas sembari menatap Lika dalam.
"Oh, Hehe..." Tawa Lika garing sembari garuk-garuk kepala.
"Yuk kita main ke danau." Ajak Dimas mengawali. Matahari yang remang-remang tampak lelah untuk menyinarkan cahaya. Sehingga siluet Lika dan Dimas terllihat lebih pekat dalam danau. Indahnya sore itu, telah membuat dua orang itu tertawa lepas dalam canda dan tawa.
Nyanyian dari MP3 Lika yang melantun-lantun memenuhi ruang kos, menarik Tantri untuk snewen lagi. Bukan hanya suara lantunan musik dan cerocosan Tantri yang memenuhi otak Lika, tetapi juga suara ketukan pintu kos yang tiba-tiba didengarnya.
"Matikan musiknya! Dengar ada yang mengetuk pintu." Ujar Tantri.
"Baiklah." Kemudian Lika segera mematikan MP3 "Kamu yang buka pintu."
"Kok, aku sih. Kamu ya, Lik. Kamu baik deh." Pinta Tantri.
"Lagian siapa sih, yang bertamu malem-malem." Ujar Lika yang agak sedikit takut untuk membuka pintu.
"Eh, tunggu jangan-jangan hantu yang sering menculik gadis-gadis desa lagi. Hiii, dan kini mau nyulik kita berdua." Celoteh Tantri, mulai parno.
"Ih, jangan ngelantur deh. Lagian pelaku penculkikan itu pasti juga bukan hantu. Oke, untuk jaga-jaga kamu di belakangku, sembari bawa benda-benda untuk memukul penculik saat aku akan di culik. Mengerti?." Suruh Lika kepada Tantri tegas.
"Siap!"
Kemudian Lika melangkah perlahan untuk membukakan pintu, dan Tantri bersiap-siap sembari membawa linggis di belakang Lika. ~Kreek~ Pintu berdecit perlahan.
"Oh, Len... Tumben datang kemari." Sambut Lika yang tidak jadi panik. Sedangkan Tantri hampir terjengkang kebelakang, terkejut karena ternyata yang datang adalah Len si office boy kantor.
"Sungguh, kamu mengejutkanku. Baiklah silahkan masuk." Ujar Tantri mempersilahkan.
"Baik, Terimakasih." Kata Len santun.
"Sebenarnya ada perlu apa ya, Len?" Tanya Lika agak sedikit bingung.
"Ada yang ingin aku bicarakan kepada Lika." Ujarnya agak sedikit gugup. "Hanya be-ber berdua." Tambahnya . Kemudian Tantri pun beranjak dari kami berdua.
"Hihi, tenanglah Len. Kamu tidak perlu gugup. Aku tidak akan gigit kok.. Hihi.." Tawa Lika yang manis membuat Len terdiam.
"Kok, diem?" Tanya Lika lagi.
"Aku sebenarnya kesini, mau menanyakan.. Emh.. Ehm..."
"Tanya apa?"
"Apa yang kamu lakukan dengan Pak Dimas tadi sore, uhuk-uhuk.." Len mengatakan itu dengan cepat dan membuatnya keselek.
"Oh, cuma refressing untuk mengunjungi Danau Tujuh. Kenapa? Len cemburu ya? Hihi"
"Tidak." Ucap Len dengan sigap dengan menggelengkan kepala.
"Cuma itu yang ingin kau tanyakan?" Tanya Lika.
"Iya. Sebaiknya aku segera pulang." Kemudian Len mulai Beranjak.
"Len" Panggil Lika untuk menolehkan wajah Len dan menatap Lika, sebelum Len pulang.
"Ada yang ingin aku sampaikan." Kata Lika yang ikutan menjadi kikuk. "Tak terasa aku disini sudah satu bulan."
"Hanya itu?" Tanya Len sembari membenarkan kacamatanya dan menunduk lagi. Kemudian Lika mengangguk. Dan Len mengatakan hal lagi dengan gugup. "A.. aku suka Lika" Kata-kata Len membuat Lika terkejut.
"Benarkah?" Tanya Lika meyakinkan.
"Hmm. Si office boy pecundang menyukai Lika yang cantik." Ucap Len yang kini sudah mantap. "Apakah Lika juga suka Len?"
"Aku tidak menyukai si office boy pecundang." Jawab Lika dengan senyum-sunyum, sedangkan Len mulai murung. "Tapi aku menyukai seseorang yang berada dihadapanku apapun pekerjaannya." Tambah Lika dengan tersenyum penuh arti. Kemudian Len ikut tersenyum, setelah mengerti dari pernyataan Lika.
Mutiara di Atas Awan
Saat aku sendiri kilaumu selalu menemani
Kala aku terdiam sedih indahmu selalu mencerahkanku
Kau bagaikan mutiara penghias angkasa
Yang selalu memberikan kilau keceriaan
Ingin aku menggapaimu di atas sana
Namun aku hanya manusia tak bersayap
Perbedaan kita sangat besar di depan mata
Yang melumpuhkanku tak berdaya
Jangan kau lihat perbedaan itu
Aku juga ingin bersamamu
Kau lontarkan kata-kata itu yang menguatkanku
Kata yang menggugahku untuk bangkit menyapamu
Dua kata yang aku harapkan darimu
Jadilah sahabatku
Dan satu kata yang aku ucapkan
Terimakasih
Malam yang indah, penuh bintang bertebaran menemani sang bulan. Malam yang membuat Lika merasa bertabur bunga dan mendorongnya untuk membuat puisi tentang Len. Lika tak percaya, lelaki se cuwek dan se manis Len menyatakan cinta kepadanya. Lika tak perduli dengan pekerjaan dan latar belakang Len saat ini. Yang Ia fikirkan hanya Len, Len, dan Len.
Pada siang hari yang penuh dengan gemuruh hujan, Lika melakukan penelitian bersama Dimas. Sayang sekali karena hujan, Lika tidak dapat turun dari mobil. Tiba-tiba Dimas merasa ingin buang air kecil. Dimas menyuruh Lika untuk tetap di dalam mobil, sedangkan Dimas rela hujan-hujan demi untuk dapat mengeluarkan urine-nya.
Satu detik, dua menit, tiga jam! Dimas tak kunjung kembali. Hingga hujan reda Dimas tak kunjung juga tiba. Akhirnya Lika memberanikan diri untuk mencari Dimas. Setelah keluar dari mobil, Lika mulai mencari di sudut-sudut pepohonan.
"Argh..." Teriak Lika sembari menutup mulutnya karena terkejut, setelah melihat seseorang yang menolehkan bahunya. Mata Lika dan seorang laki-laki berpakaian seperti jubah hitam itu bertemu, entah mengapa hati Lika bergetar. Entah bergetar karena saking ketakutan atau apa. Setelah laki-laki itu mngamati Lika, Ia langsung lari dan pergi menjauh.
Pusaran roda Avansa milik Dimas dikemudikan Lika dengan kencangnya. Lika sungguh ketakutan, sehingga meninggalkan Dimas yang tak kunjung kembali. Namun, setelah sampai pada kantor Dinas Kehutanan, tiba-tiba Dimas sudah sampai disana.
"Hey, kenapa tadi kamu meninggalkan aku?!" Tanya Lika pada Dimas dengan marah-marah.
"Ma-maaf Lika... Tadi aku mencari-cari mobilku, tetapi tak ketemu. Akhirnya aku pulang jalan kaki dan meninggalkanmu. Sekali lagi maafkan aku." Kata Dimas menjelaskan.
"Kenapa kamu nggak telfon aku? Aku tadi hampir saja mati, tahu nggak!" Kata Lika masih dengan amarah.
"Maafkan aku. Tapi kini buktinya kamu masih hidup."
"Terserah. Lain kali aku akan meneliti hutan tanpa kamu!" Kemudian Lika pergi.
"Lika... Lik..." Sempat didengar panggilan Dimas pada Lika, tetapi Lika tak menggubrisnya dan pulang sendiri dengan jalan kaki menuju kos.
Malam harinya Lika mulai menulis skripsinya lagi berdasarkan penelitian yang setengah jalan tadi siang.
Melalui sidang ke 28 World Heritage Committee, yang diselenggarakan di Suzhou RRC pada bulan Juli 2004, Hutan Hujan Tropis Sumatera diterima sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO, karena merupakan kawasan Hutan Lindung dan rumah bagi sekotar 10.000jenis tanaman, termasuk 17 genus endemis, lebih dari 200 spesies mamalia, dan 580 spesies burung, dan 465 berdomisili dan 21 merupakan endemis.
Diantara jenis mamalia 22 adalah orang utan yang tidak dapat ditemukan ditempat lain di Indonesia dan 15 hanya terbatas ke wilayah Indonesia (Termasuk Sumatera). Tropis Sumatera ini juga memberikan bukti dari evolusi biogeografi pulau.
Tulisan diatas adalah tambahan rancangan untuk skripsi Lika yang harus Ia selesaikan. Kemudia Lika melirik sebuah benda yang berdetak-detak diatas mejanya, "Sudah jam sebelas malam. Tantri kok belum pulang?" Tapi, Lika mulai merasa janggal dengan Tantri yang tak kunjung pulang. Lika teringat dengan kejadian tadi siang setelah Ia bertemu dengan lelaki berpakaian jubah hitam. Lika merasa beruntung, karena laki-laki itu tidak melukainya. Tapi entahlah nasib Tantri.
~Tut... Tut.... Tut....~ Suara tunggu Telepon menderu-deru di telinga Lika.
"Hallo..." Jawab seseorang di sebrang.
"Len..." Ucap Lika lirih.
"Iya, ada apa? Kok, tumben nelfon malam-malam.?"
"Len, Tantri hilang. Dia belum pulang. Aku takut kalau dia diculik sama lelaki yang pakai jubah hitam. Len aku takut. Tantri gimana? Dan aku takut, jika nanti korban selanjutnya aku. Soalnya tadi aku bertemu dengan lelaki berjubah hitam, tapi dia nggak ngapa-ngapain aku. Tapi aku takut, sampai-sampai hatiku bergetar." Cerocos Lika ketakutan.
"Tenanglah, si jubah hitam nggak akan menculik kamu. Bagaimana dia bisa tega untuk menculik gadis secantik kamu. Hehe..." Kata Len, mulai menggombal.
"Len, aku serius. Lalu, Tantri bagaimana? Haruskah aku mencarinya sekarang?"
"JANGAN! Perempuan mau keluar malam-malam? Di hutan. Kamu gila? Lebih baik kita cari besok pagi saja. Dan tanyakan dulu pada pegawai-pegawai petugas Dinas Kehutanan. Siapa tahu Tantri tidak hilang, tetapi Tantri menginap di kantor Dinas Kehutanan."
"Tapi.." Sela Lika lagi.
"Sudahlah, lebih baik kamu tenangkan dirimu dan tidur." Kata Len menasehati.
"Baiklah. Aku akan tutup telfonya. Bye." Kata Lika sembari menghela nafas dan mematikan panggilannya.
Pagi yang cerah berpaut terbalik dengan suasana hati Lika hari ini. Lika bergegas berangkat menuju Dinas Kehutanan. Setelah sampai di sana, Lika menceritakan hal tersebut kepada pegawai-pegawai Dinas Kehutanan dan bermaksud untuk mencari Tantri bersama petugas keamanan dari Dinas Kehutanan.
"Kamu nggak ikut mencari bersamaku?" Tanya Lika pada Len setelah tidak ada orang.
"Kamu dengan petugas keamanan saja itu sudah cukup. Aku harus melanjutkan pekerjaanku." Jawab Len sembari membelai rambut Lika.
"Baiklah, aku pergi dulu." Kata Lika lirih.
"Hati-hati, sayang." Ucap Len, dan Lika hanya membalasnya dengan senyuman.
Sisi sana, sisi sini. Pencarian yang lama dan menlelahkan ini mendorong Lika untuk kembali ke Dinas Kehutanan untuk sedikit beristiraha di sana, walaupun mungkin Dinas Kehutanan agak sepi untuk saat ini. Pada perjalanan menuju Dinas Kehutanan, Lika melihat lelaki berjubah hitam menggendong Tantri yang tengah pingsan, untuk menuju ke suatu tempa. Lika memiliki inisiatif untuk bersembunyi dan mengikuti laki-laki itu.
~Tit.. tut.. tit...~ Lika dengan cepat menekan tombol HP-nya untuk menelfon Len yang mungkin berada di sekitar Dinas Kehutanan, agar dapat menemaninya dalam pengejaran laki-laki berjubah itu. Seruan-seruan nada ~Tut.. Tut..~ menari-nari dalam telinganya, tak hanya itu, ring tone dari HP si laki-laki berjubah itu juga memenuhi telinga Lika. Lika yang terkejut dalam persembunyiannya dalam balik pohon, langsung berlati mendekati laki-laki berjubah itu.
"Len...Itukah kau?" Tanya Lika yang mulai melelehkan air matanya. Kini Lika sadar, hati Lika yang bergetar saat bertatapan dengan laki-laki berjubah kala waktu itu bukanlah karena rasa takut, akan tetapi karena rasa cinta, karena lelaki itu adalah kekasihnya.
"Len, aku begitu mencintaimu, begitu percaya padamu, begitu menganggapmu laki-laki yang baik. Tapi mengapa kamu melakukan ini, Len?" Ujar Lika sesenggukan "Sejak kapan kamu melakukan ini? Untuk apa kamu melakukan ini? Sampai kapan kamu melakukan ini?" Tanya Lika dengan yang mulai meninggikan volume suaranya.
"Itu bukan urusanmu, Lik. Itupun sudah beruntung aku tidak menculikmu.!" Kata Len sinis. Lika sadar, mengapa laki-laki berjubah itu tidak jadi menculiknya kala waktu itu, karena lelaki berjubah itu adalah Len yang tak mungkin tega menyakitinya. Tapi setelah Len bersikap sinis padanya, Lika mulai ragu apakah Len benar-benar mencintainya.
"Len, tatap mataku baik-baik. Apakah dulu saat kamu menyatakan cinta padaku, apakah itu benar-benar cinta?"
"Tidak." Jawab Len datar.
"Baiklah, kalau begitu bawa saja aku dan lepaskan Tantri." Kata Lika.
"Tidak akan." Jawab Len yang agak terkejut.
"Aku yakin kamu mencintaiku, Len. Aku mohon Len, lepaskan Tantri lalu bawalah aku dan sebelum kau membunuhku ceritakan alasanmu, mengapa kamu melakukan ini. Aku mohon, Len. Aku tidak akan melaporkanmu kepada polisi."
"Aku tidak takut dengan polisi. Pergilah, jika kamu ingion nyawamu selamat."
"Tidak! Aku tidak takut nyawaku terancam. Aku mohon, lepaskan Tantri."
"Mengapa kamu melakukan ini?" Tanya Len.
"Karena Tantri juga orang yang aku cintai. Dia sahabatku, jika nyawamu terancam setelah melepaskan Tantri, maka bawalah aku. Aku rela, asal kamu dan Tantri baik-baik saja. Walaupun kamu tidak mencintaiku." Kata Lika menjelaskan dengan linangan air mata.
"Baiklah" Kata Len tetap datar. Meskipun tanpa Lika ketahui, dalam hati Len sungguh menangis untuk menangkap Lika.
Suara gemuruh langkah kaki yang tengah berlari mendekatkan diri pada Tantri yang tengah terkapar tak berdaya, membopong dan berlari menuju kantor Dinas Kehutanan. Mereka langsung mengevakuasi Tantri dan menuju ruang kesehatan (seperti UKS) pada kantor Dinas Kehutanan. Tantri yang telah sadar, mencari-cari Lika yang kini giliran Lika yang hilang. Akhirnya mereka mencari Lika dibantu oleh Petugas Kepolisian.
Di lain waktu Lika dibawa Len menuju kosnya, setelah Len berganti baju seperti lelaki biasa. Lika heran dengan sifat Len yang seperti itu.
"Len, kenapa kamu tidak menyakitiku? Kata orang-orang Suku Mentawai, gadis yang kamu bawa akan segera dibunuh." Tanya Lika setelah sampai di kosnya.
"Karna aku mencintaimu."
"Len... " Panggil Lika perlahan. Len pun menoleh kearah Lika. "Bisakah, kamu menceritakan masalahmu kepadaku? Aku janji tidak akan menceritakan kepada siapa-siapa." Tambah Lika.
"Baiklah, akan aku ceritakan." Kata Len sembari menghela nafas dalam-dalam. "Aku adalah anak seorang dukun. Ayahku selalu memintaku untuk mencari gadis-gadis sebagai tumbal sebulan sekali. Agar iblis-iblis yang dipelihara ayah tidak meninggalkannya, dan ayah masih memiliki pekerjaannya. Serta uang hasil mata pencaharian ayah agar dapat mengobati penyakit adikku perempuanku yang lumpuh. Uang hasilku bekerja sebagai office boy itu tidak cukup untuk mengobati adikku." Kata Len menjelaskan dengan tenang.
"Len, maafkan aku telah membuat posisimu menjadi serba salah." Ujar Lika menyesal. "Bisakah kamu dan ayahmu berhenti setelah mendapat pekerjaan yang layak dari papaku di Jogja?"
"Bisa, Lika. Aku akan berhenti untukmu. Tetapi setelah aku dan ayahku keluar dari penjara. Karena Tantri pasti akan melaporkanku pada polisi." Ujar Len yang mulai murung.
"Baiklah, hukum memang harus ditegakkan. Aku akan menunggumu untuk bekerja di kantor papaku dan...... Hihi.." Kata Lika sambil tertawa nakal.
"Dan mempersuntingmu sebagai istriku." Kata Len yang disertai wajah serius. Dan memasangkan cicin couple dari monel pada jari manis Lika.
"Hihi... Aku akan setia menunggumu, tunanganku. Aku akan menunggumu bersama adikmu. Selama kamu dan ayahmu ditahan, aku akan menjaga adikmu. Aku janjji. Sekarang, tunjukkan rumahmu dan aku akan membawa adikmu bersamaku. Sebelum polisi datang." Kata Lika yang panik.
"Baiklah, ayo ikut aku." Ajak Len.
Setelah sampai pada rumah Len, terlihat kumpulan lelaki berseragam abu-abu dan hitam sedang menangkap ayah Len. Polisipun kini segera menangkap Len, sembari berjalan menjauh. Len setengah berteriak. "Adikku berada di dalam.". Kemudian aku ssegera mengejar Polisi.
"Permisi, maaf... Maaf.. Pak saya mohon tahan mereka dalam Lembaga Permasyarakatan di Jogja?"
"Lebih baik kita bicarakan di kantor saja, Bu. Lagi pula, mereka masih dalam pemeriksaan."
"Oh, baiklah kalau begitu." Kata Lika pasrah dan kembali menuju rumah Len untuk membawa adik Len.
Bagian yang menonjol pada Hutan Hujan Tropis Sumatera terdapat pada Pegunungan Bukit Barisan yang dijuluki sebagai Andesnya Sumatera. Keindahan Gunung Kerinci, Gua, dan Air Terjun membuat tempat ini tepat sebagai wilayah konservasi maupun pariwisata.
Ada 92 jenis endemis lokal telah diindentifikasi di Taman Nasional Gunung Leuser. Nominsai ini berisi populasi dari kedua bunga terbesar di dunia (Rafflesia Arnoldi dan bunga tertinggi; Amorphophallus Titanium). Tempat ini sangat penting bagi konservasi vegetasi pegunungan khusus dari property tersebut.
Catatan diatas adalah rancangan terakhir dari skripsi yang akan Lika susun. Setelah Lika tiga bulan berada di Sumatera. Lika, Fitri(Adik Len) dan Tantri akhirnya dapat kembali ke jogja dan tak lupa untuk berpamitan kepada seluruh orang-orang yang telah bekerjasama dengan mereka.
"Lika, tunggu.." Panggi Dimas saat di Bandara Udara Internasional Minangkabau.
"Iya." Jawab Lika.
"Maafkan aku, dulu aku pernah meninggalkanmu sendiri. Sebenarnya, saat itu aku benar-benar tidak menemukan mobilku."
"Iya, tidak apa-apa. Seharusnya aku yang meminta maaf. Karena aku telah kasar terhadap seniorku. Hehehe.. Dan aku juga berterimakasih atas bimbingannya."
"Iya. Ehm, ngomong-ngomong... Apakah kamu telah memiliki pacar.?" Tanya Dimas agak tegang.
"Tidak, hehe..."
"Syukurlah..." Jawab Dimas, lega.
"Maksudku aku tidak memiliki pacar, Dimas... Tapi aku telah memiliki tunangan." Kata Lika menambahkan. Dan dalam hatinya mengatakan 'Dia adalah Len.'
"Oh, baguslah..." Kata Dimas menenangkan dirinya sendiri.
Akhirnya Lika dan Tantri dapat pulang dengan selamat tanpa diculik oleh rumor-rumor penculikan yang dilakukan oleh tunangan Lika Sendiri. Dan seminggu yang lalu Len dan ayahnya telah dibawa ke LP Jogja, atas bantuan papa Lika.
"Kamu memang membuat keputusan yang baik, Lik." Kata papa Lika.
"Papa nggak kecewa, jika Lika memiliki calon suami mantan narapidana?"
"Tidak sama sekali. Papa akan lebih kecewa jika kamu menahannya dan menyembunyikannya dari kejaran polisi."
"Jadi papa merestui hubunganku?" Tanya Lika.
"Tentu. Untuk apa papa terlalu lama menahan anak papa yang sudah sarjana yang seharusnya sudah siap untuk dinikahkan" Sembari tersenyum bangga.
"Terimakasih papa." Kata Lika sembari memeluk papanya.
0 Response to "CERPEN - Jubah Hitam Hutan Sumatera"
Posting Komentar