MAKALAH - ISLAM DAN DUNIA KONTEMPORER | Manajemen Pendiidkan

ISLAM DAN DUNIA KONTEMPORER
R
Disusun oleh :
1. Gina Fuadah Khumairo
Nim. (14111620073)
2. Ratih Maryani
Nim. (141116)
3. Silviyani Saftori
Nim. (141116)
Disusun Oleh:
Siti Masruroh
Warsiti
Sekolah Tinggi Agama Islam Grobogan
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah  ini berjudul“Islam dan Dunia Kotemporer”
Makalah ini mencakup tentang informasi yang berhubungan dengann reaksi pemikiran Islam terhadap globalisasi. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat kepada pembaca.Agar kita sebagai mahasiswa/mahasiswimenerapkan pendidikan dalam kajian tema ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Purwodadi, 8 Desember 2015

Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul....................................................................................................... i
Kata Pengantar...................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................... iii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah................................................................. 3
C. Tujuan Penulisan....................................................................................... 3
Bab II Pembahasan
A. Islam dalam Budaya Indonesia................................................................. 4
B. Faham Fundamentalisme dalam Islam...................................................... 7
C. Tendendi Kaum Modernis......................................................................... 11
D. Islam, Jihad dan Terorisme........................................................................ 13
E. Reaksi Pemikiran Islam Terhadap Globalisasi........................................... 20
Bab III Penutup
Kesimpulan..................................................................................................... 24
Daftar Pustaka....................................................................................................... 26
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang

Islam dan sejarah terus bergulir mengikuti arus yang sedang berkembang disekitarnya, islam adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari perjalanan yang panjang itu sendiri. Lebih jauh perkembangan itu menghasilkan sesuatu perubahan yang diakibatkan oleh daerah dimana islam berada. Pengenalan secara pelan namun pasti hingga islam dapat diterima oleh semua golongan masyarakat yang ada diseluruh penjuru dunia ini.
Keanekaragaman tempat dan budaya suatu daerah sangat kental memberi warna bagi islam itu sendiri, sehingga sampai saat ini akan kita temukan berbagai bentuk perkembangan dari islam dalam artian pola pengikutnya dalam suatu daerah yang sangat kental terpengaruh oleh tradisi yang ada di daerah tersebut.

Dalam melaksanakan ajaran islam banyak para pengikutnya sendiri diselimuti oleh tradisi atau adaptasi adat yang diyakininya, dan perilaku yang melekat pada diri umat islam sebagai kebiasaan dari pemeluk islam itu sendiri.

Kita dapat mencermati beberapa contoh berikut tentang pemahaman keislaman yang dimiliki oleh umat islam. Misalnya , kita melihat sejumlah orang yang pengetahuan tentang keislamannya cukup luas dan mendalam, namun tidak terkoordinsi dengan baik secara sistematik. Hal itu disebabkan biasanya mereka belajar ilmu keislaman secara otodidak, atau kepada berbagai guru yang antara satu dengan yang lainnya tidak pernah saling bertemu dan tidak pula berada dalam satu acuan yang sama semacam kurikulum.
Contoh lain, kita melihat ada orang yang penguasaan salah satu ilmu keislaman yang cukup mendalam, tetapi kurang memahami disiplin ilmu keislaman lainnya. Bahkan, pengetahauan yang bukan keahliannya dianggap sebagai ilmu yang kelasnya di bawah ilmu yang dipelajarinya. Ilmu fikih pernah menjadi primadona dan mendapat perhatian yang cukup besar. Akibatnya segala sesuatu masalah yang ditanyakan selalu dilihat dari paradigma fikih. Pada tahap berikutnya, pernah teologi dianggap sebagai primadona dan mendapat perhatian yang cukup besar di klangan masyarakat sehingga setiap masalah yang dihadapi selalu dilihat berdasarkan paradigma teologi. Setelah itu, muncul pula paham yang bercorak tasawuf yang terkesan kurang menyeimbangkan antara kehidupan dumia dengan kehidupan akhirat. Umat selalu mementingkan akhirat, sedangkan urusan dunia menjadi terbengkalai. Akibatnya, keadaan umat menjadi mundur dalam kehidupan keduniaan.
Dapat diperoleh kesan bahwa hingga saat ini pemahaman tentang keislaman dimasyarakat masih bercorak parsial, belum utuh dan komprehensif. Sekalipun, sudah ada sebagian tokoh reformis yang telah mencoba mengadakan pemahaman keislaman secara utuh dan komprehensif. Seperti, yang telah dilakukan oleh Muhammad Abduh ( dari mesir), Muhammad Iqbal dan Fazlur Rahman yang keduanya berasal dari Pakistan, serta Harun Nasution dan Nurcholis Madjid (keduanya reformis yang berasal dari Indonesia).
Dalam hubungan ini, Mukti Ali pernah mengatakan bahwa metodologi adalah masalah yang sangat penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu. Oleh karena itu, metode memiliki peranan yang sangat penting dalam kemajuan dan kemunduran untuk memahami islam. Lebih lanjut, Mukti Ali mengatakan bahwa yang menentukan dan membawa stagnasi (tidak mengalami kemajuan), kebodohan, atau kemajuan, bukan ada atau tidak adanya orang yang jenius, melainkan karena metode dan cara melihat sesuatu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kaitannya Islam dalambudaya Indonesia?
2. Apa yang dimaksud Paham Fundamentalis dalam Islam?
3. Apa itu Tendensi Kaum Modernis?
4. Bagaimana Jihad dalam Islam dan perbedaan Teroris dengan Jihad?
5. Bagaimana reaksi pemikiran Islam terhadap globalisasi?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan kami membuat makalah ini agar pembaca maupun kami sendiri, dapat mengetahui arti dari “Islam dan Dunia Kotemporer”. Sehingga kita dapat memetik arti penting pembahasan dari tema ini, sehingga dapat diterapkan dalam pelajaran hikmah kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Islam dalam Budaya Indonesia
Meskipun islam datang dan berkembang di indonesia lebih dari 5 (lima) abad,pemahaman dan penghaytan keagamaan kita masih cenderung sinkretik, tarik menarik antara nilai nilai luhur islam dan budaya lokal.
Meskipun banyak mendapat kritik dan banyak pihak, Clofford Ceertz di pandang telah berhasil mengkategorisasi Islam di indonesia dalam bukunya yg sering dirujuk para penulis sesudahnya, yaitu The Religion of java.
Kategorisasinya yang banyak dikritik banyak peneliti sesudahnya adalah priyayi,santri, dan abangan. Kategrisasi tersebut dipandang “keliru” karena patokan (ugeran) yang d gunakan dinilai tidak konsisten. Priyayi tidaklah sama dengan kategori santri  dan abangan. Priyayi adalah kelas sosial yang lawannya adalah wong cilik atau proletar. Oleh karena itu, baik dalam golongan santri maupun golongan abangan priyayi (elite) maupun wong cilik. Kritik tersebut,antara lain dikemukakan oleh Zaini Muchtarom dalam karyanya, santri dan abangan di jawa(1998). Paling tidak, di Indonesia terdapat dua penelitian yang dilakukan secara mendalam yang menjelaskan hubungan tradisi lokal dengan Islam. Pertama, penelitian yang dilakukan Califford geertz di Mojokuto yang hasil penelitiannya pertama kali diterbitkan di Amerika pada tahun 1960. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Howard M. Federspiel tentang Persatuan Islam (PERSIS) yag diterbitkan di New York pada (1970). Buku yang kedua ini telah alihbahasakan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Yudian W. Asmin dan Afandi Mochtar dengan judul persatuan islam: Pembaharuan Islam di Indonesia Abad XX (1996).[1]
Dalam dua karya tersebut dielaborasi tradisi yang berkembang ketika itu Clifford Geertz (1964: 16-25), misalnya menggambarkan kepercayaan pada masyarakat pada metafisik, seperti kepercayaan masyarakat pada memedi, lelembut, dan demit (dedemit Sunda). Di samping itu, ia juga menjelaskn tentang upacara atau slametan yang berhubungan dengan kelahiran , yaitu : tingkeban ( upacara yang dilakukan ketika istri telah hamil tujuh bulan), dalam tradisi orang Sunda, kebiasaan ini disebut nujuh bulan; babarab atau brokokan ( upacara kelahiran itu sendiri);
 pasaran ( slametan yang dilakukan lima hari setelah melhirkan); dan pitonan (slametan yang dilakukan tujuh bulan setelah lahir).
Disamping itu masih ada upacara lain yang boleh dilakukan atau tidak, yaitu  telonan ( tiga bulan kehamilan pertama); selapanan ( uapacara satu bulan setelah melahirkan); dan tauman ( upacara setelah satu tahun melahirkan). ( Clifford Geertz, 1964 : 38 ).Sekarang ini, bak di desa maupun di pedesaan kita masih menyaksikan upacara-upacara seperti yang disebutkan oleh dua peneliti yang dilakukan pada awal abad XX, meskipun tidak semuanya sama.Amaliah keagamaan kita di masyarakat dapat dilihat dari upacara nujuh bulan dengan menyediakan makanan kecil yang yang kemudian di bagikan kepada masyarakat sekitar.
Namun menurut pendapat kami, jika sesuatu yang tidak di dasari dengan sunnah Rosul maka sebaiknya jangan dilaksanakan. Dikhawatirkan orang-orang yang kurang faham (awwam) ,mengira bahwa tradisi seperti itu dinilai sebagai ibadah,padaha tidak ada contoh dari Rosululloh SAW dan hanya persangkaan belaka.
 Dalam Al-qur’an “ Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan” (QS. Yunus; 36).
2. Faham Fundamentalisme dalam Islam
Belakangan ini istilah fundamentalisme cukup hangat dibicarakan di media massa, tidak hanya di tingkat nasional tapi internsional juga. Hal ini terjadi seiring merebaknya aksi terorisme yang berlindung di bawah paham fundamentalis agama terutama islam. Sehingga istilah fundamentalis identik dengan “fundamentalisme islam” atau “islam fundamentalis” yang memiliki kesan negatif dan ekstrimisme.
Padahal kalau dilihat lebih dalam lagi fundamentalis yang berakar pada agama ini tidak hanya islam saja tapi juga agama lain (Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Yahudi dan Konghucu). Bahkan istilah fundamentalisme itu muncul pertama kalinya di dunia Barat oleh gerakan Kristen Protestan Amerika. Mereka memerangi masyarakat sekuler yang baik maupun yang buruk, mengisolasi dari kehidupan bermasyarakat dan memusuhi akal pikiran hasil penemuan ilmiah.
Sementara itu dalam bahasa Arab istilah fundamentalisme tidak dikenal, akan tetapi para peneliti barat menyebutkan istilah ‘ushuliyah’ yang memiliki arti sama dengan fundamentalisme. Ushuliyah dalam bahasa arab ini memiliki arti prinsip-prinsip dasar atau akar yang memiliki makna posistifm, yaitu kelompok ulama yang paling menonjol dalam memberikan sumbangsih dalam kajian-kajian akal atau mereka yang adalah ahli penyimpulan hukum, pengambilan dalil, ijtihad dan pembaruan. Perbedaan persepsi dan substansi penggunaan istilah yang sama ini, mengakibatkan timbulnya kesalahan dalam proses komunikasi. [2]
Terlepas dari semua itu, istilah fundamenetalisme yang dipersepsikan masyarakat dunia saat ini merupakan pemaknaan yang diproduksi oleh bangsa Barat. Fundamentalisme yang menunjuk pada sikap-sikap yang ekstrem, hitam putih, tidak toleran, tidak kompromi, dan segalanya yang asosiatif.
Agama dijadikan mereka sebagai alat untuk melakukan intimidasi, penindasan kepada sekelompok orang yang bertentangan dengan paham mereka. Padahal agama manapun tidak mengajarkan demikian. Nilai-nilai kemanusiaan agama mereka tinggalkan.
Agama yang dibangun dari integrasi akal pikiran rasional dengan non-rasional sehingga menciptakan pikiran yang masuk akal (rasional), telah beralih peran yang mengarah kepada penciptaan rasionalitas untuk berindak anarkhis. Agama yang berfungsi memenuhi kebutuhan rohani manusia menjadi tenteram, damai, dan aman telah beralih pada kebencian, kegelisahan dan ketakutan. Dan Agama yang memiliki prinsip nilai-nilai kemanusiaan untuk meningkatkan kulaitas kemanusiaan manusia telah berganti dengan nilai-nilai kekerasan dan fanatisme sempit.
Paham fundamentalisme agama yang demikian inilah, yang harus dibenarkan dan diluruskan. Sebenarnya paham fundamentalisme agama ini tidaklah harus dihapus keberadaannya. Paham fundamentalisme itu diperlukan dalam kehidupan beragama, untuk menunjukkan eksistensi keyakinan manusia. Sehingga agama dapat menyebar sampai saat ini tidak lain adalah peran para fundamentalis agama untuk mengajarkan arti eksistensi manusia hidup di dunia sesuai tatanan fitrahnya dan menanamkan norma-norma moralitas kemanusiaan manusia. Akan tetapi melencengnya para fundamentalis agama dari koridor-koridor aturan agama ini, telah mengakibatkan berkembangnya paham fundamentalisme baru yang berpandangan sempit.
Paham inilah yang berbahaya dan hraus dibenarkan dan diluruskan untuk kembali kepada koridor-koridor fitrah agama yang benar. Paham seperti ini sangat berbahaya tidak hanya akan menimbulkan kerusakan dan arkhis saja, akan tetapi yang lebih berbahaya akan merusak fungsi dan peran agama itu sendiri. Nilai moralitas yang timbul dari agama akan semakin ditinggalkan para pengikutnya.
Untuk melawan fundamentalisme agama yang berpikiran sempit ini, perlu diperlukan proses tashfiyah (pelurusan) dan tarbiyah (pendidikan) sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Proses pelurusan ini dilakukan dengan meluruskan persepsi manusia akan agama untuk kembali kepada koridor yang benar. Kesalahan perspesi ini telah menimbulkan paham-paham fundamentalisme yang akan merusak nilai universalitas agama itu sendiri. Pelurusan ini sebagai langkah untuk mengembalikan posisi paham fundamentalisme agama ke jalan yang benar. Posisi fundamentalisme agama yang mampu mengantarkan kebersamaan dan berdampingan hidup dalam sebuah perbedaan. Dan posisi yang tetap memberi kebebasan untuk menyebarluaskan ajaran agama dengan tetap memperhatikan ukhuwah atau persaudaraan, kerukunan dengan penganut agama lainnya.
Setelah itu proses pendidikan juga diperlukan sebagai bentuk pembinaan ditanamkannya nilai-nilai agama dengan benar untuk tidak kembali kepada paham fundamentalisme sempit. Selain akan mengenalkan nilai dan prinsip agama, proses pendidikan ini juga sebagai langkah untuk membentuk kader-kader manusia yang religius dan memiliki spiritulisme yang tinggi. Pendidikan ini dilakukan untuk melakukan optimalisasi kualitas kemanusiaan manusia sesuai fitrahnya, dan nantinya akan dapat diaplikasikan ke dalam kehidupan masyarakat yang kompleks.
Dalam proses pelurusan dan pendidikan ini perlu dilibatkannya para pemuka dan tokoh agama sebagai pelaku utama dalam menyebarkan agama secara benar dan meluruskan paham fundamentalisme. Sementara pemerintah bersama masyarakat menegakkan pasal 29 dengan memberikan kebebasan setiap umat beragama untuk memeluk suatu agama sesuai keyakinannya masing-masing dan memberikan kesempatan untuk menjalankan ibadah.
Dengan demikian diharapkan fundamentalisme agama yang mengarah kepada tindakan anarkhis dan teror dapat diluruskan dan dibenarkan menuju paham fundamentalis agama yang humanistik dengan tetap memperhatikan koridor-koridor prinsip agama. Pemahaman fundamentalis yang dilandasi semangat kemanusiaan universal dan harkat martabat manusia. Tidak ada satupun agama yang mengajarkan kejelekan dan permusuhan. Hanya manusia saja yang salah mempersepsikannya. Alangkah Indahnya melihat perbedaan sebagai rahmat Tuhan dalam khasanah beragama untuk hidup bersama dan toleransi sehingga dunia ini akan damai terbebas dari konflik-konflik negatif antar umat beragama.
3. Tendensi Kaum Modernis
Untuk mengejar ketertinggalan uamt islam ,perlu adanya perubahan pola pikir di kalangan umat islam. Yakni, dari tradisi berpikir konvesional yang jauh tertinggal dari kemajuan zaman, diubah menajdi pola pikir yang berorientasi kepada kemajuan perekmbangan zaman dilandasi nilai islam.

a) Memberikan pandanagan dan pengetahuan umat islam yang memiliki ketrikatan kepada salah satu mazhab utnuk kembali pada sumber hokum asli, yakni Al Qu’an dan hadis. Jangan sebaliknya,justru kaum intelektual yang mensponsori kerikatan kepada salah satu mazhab.

b) Memeberikan pandangan dan pengetahauan bahwa ajaran islam menekankan keseimbangan antara persoalan duniawi dan ukhrowi.

c) Memberikan pandangan bahwa untuk memahami prisip ajaran sosial kemasyarakatan, bukan pada pilihan antara “islam harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman , atau perkembangan zaman yang harus menyesuaikan islam”.
d) Menyesuaikan fikih islam terhadap kebutuhan masyarakat, sebab fikih sebagai produk pemikiran manusia bukan sesuatu yang rigit terhadap perubahan-perubahan. Oleh sebab itu,peluang kajain fikih harus seanniasa terbuka dan harus dilakukan, dnegan mempertahtiakan implikasi social dari penerapan produk hokum. Namun tetap menajga relevansinya dengan kehendak doktrin Al Qur’an dan hadis.
e) Memperhatikan dalam bidang pendidikan,sebab masyarakat merupakan suatu proses dan memiliki hubungan timabal balik dengan berbagai aspek kehidupan.

f) Memberikan pandangan bahwa pendidikan berfungdi sebagai inovasi dan modernisasi bagi perubahan masyarakat.
g) Pendidikan Islam harus mampu berperan aktif,konstruktif, dan direktif menuju kea rah pembinaan SDM. Serta selektif dalam menghayati tata nilai baru.

h) Umat islam harus dibekali pemikiran-pemikiran teologi yang mendorong untuk maju. Berusaha sekuat tenaga dan menyerahkan hasilnya dengan berdoa kepada Allah Swt.

i) Umat islam harus dibekali rasa ukhuwah islamiyah agar tidak saling baku hantam. Dan, diberikan suri teladan yang baik kepada kalangan intelektual atau pembaharu agar tidak saling mencerca dan memfitnah.
4. Islam, Jihad, dan Terorisme
Jihad adalah salah satu syi’ar Islam yang terpenting dan me-rupakan puncak keagungannya. Kedudukan jihad dalam agama sangat penting dan senantiasa tetap terjaga. Jihad fii sabiilillaah tetap ada sampai hari Kiamat.
Menurut istilah syar’i (terminologi):
 “Al-Jihad artinya memerangi orang kafir, yaitu berusaha dengan sungguh-sungguh mencurahkan kekuatan dan kemampuan baik berupa perkataan atau perbuatan.”
“Jihad artinya mencurahkan segala kemampuan untuk memerangi musuh.”
Jihad ada tiga macam:
a) Jihad melawan Musuh yang Nyata
b) Jihad melawan Syaithan
c) Jihad melawan hawa nafsu
Tiga macam jihad ini termaktub di dalam Al-Qur-an surat al-Hajj: 78, at-Taubah: 41, al-Anfaal: 72.
Al-Hajj: 78
Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu[993], dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik- baik Penolong.(QS. Al- Hajj: 78)
 Menurut al-Hafizh Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al-Asqalani (yang terkenal dengan al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany, wafat th. 852 H) rahimahullahu:
 “Jihad menurut syar’i adalah mencurahkan seluruh kemampuan untuk memerangi orang-orang kafir.”
Istilah Jihad digunakan juga untuk melawan hawa nafsu, syaithan, dan orang-orang fasiq. Adapun melawan hawa nafsu yaitu dengan belajar agama Islam (belajar dengan benar), lalu mengamalkannya kemudian mengajarkannya. Adapun jihad melawan syaithan dengan menolak segala bentuk syubhat dan syahwat yang selalu dihiasi oleh syaithan. Jihad melawan orang kafir dengan tangan, harta, lisan, dan hati. Adapun jihad melawan orang-orang fasiq dengan tangan, lisan dan hati.
Perkataan al-Hafizh Ibnu Hajar tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
 “Berjihadlah melawan orang-orang musyrikin dengan harta, jiwa, dan lisan kalian.”
Jihad menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu adalah: “Mencurahkan segenap kemampuan untuk mencapai apa yang dicintai Allah Azza wa Jalla dan menolak semua yang dibenci Allah.” Kata beliau: “Bahwasanya jihad pada hakikatnya adalah mencapai (meraih) apa yang dicintai oleh Allah berupa iman dan amal shalih, dan menolak apa yang dibenci oleh Allah berupa kekufuran, kefasikan, dan maksiyat.”
Definisi ini mencakup setiap macam jihad yang dilaksanakan oleh seorang Muslim, yaitu meliputi ketaatannya kepada Allah Azza wa Jalla dengan melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhkan larangan-larangan-Nya. Kesungguhan mengajak (mendakwahkan) orang lain untuk melaksanakan ketaatan, yang dekat maupun jauh, muslim atau orang kafir dan bersungguh-sungguh memerangi orang-orang kafir dalam rangka menegakkan kalimat Allah dan selain itu
Jihad tidak dikatakan jihad yang sebenarnya melainkan apabila jihad itu ditujukan untuk mencari wajah Allah, menegakkan kalimat-Nya, mengibarkan panji kebenaran, menyingkirkan kebathilan dan menyerahkan segenap jiwa raga untuk mencari keridhaan Allah. Akan tetapi bila seseorang berjihad untuk mencari dunia, maka tidak dikatakan jihad yang sebenarnya.
Barangsiapa yang berperang untuk mendapatkan kedudukan, memperoleh harta rampasan, menunjukkan keberanian, mencari ketenaran (kehebatan), maka ia tidak akan mendapatkan ganjaran dan tidak akan mendapat pahala.
 Jihad dalam Islam merupakan seutama-utama amal. Allah memerintahkan jihad yang termaktub di dalam Al-Qur-an, yaitu pada surat al-Baqarah: 190, 193, 216, Ali ‘Imran: 142, an-Nisaa’: 95, at-Taubah: 73, al-Anfaal: 74, al-Hajj: 78, al-Furqaan: 52 dan ash-Shaaf: 11.
 “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Amal apa yang paling utama?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Shalat pada waktunya.’ Aku bertanya lagi: ‘Kemudian apa?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Aku bertanya lagi: ‘Kemudian apa lagi?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Jihad fii sabiilil-laah.
Abu Dzarr Radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Amal apa saja yang paling utama?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Beriman kepada Allah dan berjihad fii sabiilillaah…”
‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Sesungguhnya seutama-utama amal sesudah shalat adalah jihad fii sabilillaah.”
Ada seseorang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, ada seseorang yang berperang karena mengharap ghani-mah (harta rampasan perang), ada yang lain berperang supaya disebut namanya, dan yang lain berperang supaya dapat dilihat kedudukannya, siapakah yang dimaksud berperang di jalan Allah?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang berperang supaya kalimat Allah tinggi, maka ia fii sabiilillaah (di jalan Allah).” (Al-hadits)
Hukum jihad adalah fardhu (wajib) dengan dasar firman Allah Al-Qaahir:
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci se-suatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah Maha mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” [Al-Baqarah: 216]
Ayat ini merupakan penetapan kewajiban jihad dari Allah Azza wa Jalla bagi kaum Muslimin, agar mereka menghentikan kejahatan musuh dari wilayah Islam.
Muhammad bin Syihab az-Zuhri (wafat th. 124 H) rahimahullahu berkata: ‘Jihad itu wajib bagi setiap individu, baik yang dalam keadaan berperang maupun yang sedang duduk (tidak ikut berperang). Orang yang sedang duduk, apabila dimintai bantuan, maka ia harus memberikan bantuan, jika diminta untuk maju berperang, maka ia harus maju perang, dan jika tidak dibutuh-kan, maka hendaklah ia tetap di tempat (tidak ikut).’”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada waktu Fat-hu Makkah (pembebasan kota Makkah):.
“Tidak ada hijrah setelah Fat-hu Makkah (pembebasan kota Makkah), akan tetapi yang ada adalah jihad dan niat baik. Bila kalian diminta untuk maju perang, maka majulah!”
Hukum jihad adalah fardhu kifayah dengan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih serta penjelasan ulama Ahlus Sunnah antara lain dari Al-Qur’an surat an-Nisaa’: 95-96, at-Taubah: 122, al-Muzzamil: 20, dan beberapa hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih.
Empat Imam Madzhab dan lainnya telah sepakat bahwa jihad fii sabiilillaah hukumnya adalah fardhu kifayah, apabila sebagian kaum Muslimin melaksanakannya, maka gugur (kewajiban) atas yang lainnya. Kalau tidak ada yang melaksanakan-nya maka berdosa semuanya.
Para ulama menyebutkan bahwa jihad menjadi fardhu ‘ain pada tiga kondisi:
Pertama: Apabila pasukan Muslimin dan kafirin (orang-orang kafir) bertemu dan sudah saling berhadapan di medan perang, maka tidak boleh seseorang mundur atau berbalik.
Kedua: Apabila musuh menyerang negeri Muslim yang aman dan mengepungnya, maka wajib bagi penduduk negeri untuk keluar memerangi musuh (dalam rangka mempertahankan tanah air), kecuali wanita dan anak-anak.
Ketiga: Apabila Imam meminta satu kaum atau menentukan beberapa orang untuk berangkat perang, maka wajib berangkat. Dalilnya adalah surat at-Taubah: 38-39.
Jihad diwajibkan atas:
a) Setiap Muslim
b) Baligh
c) Berakal
d) Merdeka
e) Laki-laki
f) Mempunyai kemampuan untuk berperang
g) Mempunyai harta yang memncukupi baginya dan keluarganya selama kepergiannya dalam berperang.[3]
Bagi kaum wanita tidak ada jihad, jihad mereka adalah haji dan ‘umrah. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, ketika beliau bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
 “Wahai Rasulullah, apakah kaum wanita wajib berjihad? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Ya, kaum wanita wajib berjihad (meskipun) tidak ada peperangan di dalamnya, yaitu (ibadah) haji dan ‘umrah.’
Terorisme tidak bisa dikategorikan sebagai Jihad; Jihad dalam bentuk perang harus jelas pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam peperangan, seperti halnya perang yang dilakukan Nabi Muhammad yang mewakili Madinah melawan Makkahdan sekutu-sekutunya. Alasan perang tersebut terutama dipicu oleh kezaliman kaum Quraisyang melanggar hak hidup kaum Muslimin yang berada di Makkah (termasuk perampasan harta kekayaan kaum Muslimin serta pengusiran).
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau !".(QS An-Nisa :75)
Perang yang mengatasnamakan penegakan Islam namun tidak mengikuti SunnahRasul tidak bisa disebut Jihad. Sunnah Rasul untuk penegakkan Islam bermula dari dakwah tanpa kekerasan. bukan dalam bentuk terorisme, hijrah ke wilayah yang aman dan menerima dakwah Rasul, kemudian mengaktualisasikan suatu masyarakat Islami (Ummah) yang bertujuan menegakkan Kekuasaan Allah di muka bumi.
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah - islam), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk."
5. Reaksi Pemikiran Islam Terhadap Globalisasi
Sekarang ini dunia dengan perkembangan muktakhir di bidang teknologi komunikasi hampir tidak memiliki batas yang jelas satu peristiwa yang sedang terjadi di Eropa atau Amerika Serikat. Secara langsung kita dapat menyaksikannya di rumah kita sendiri di Indonesia, sayangnya, seperti yang telah dielaborasikan dalam pembahasan mengenai sumbangan Islam terhadap peradapan dunia, umat Islam sekarang ini berada pada posisi yang sangat menghawatirkan, diantara mereka masih ada yang belum mampu mengoprasikan komputer, internet, dan beberapa produk teknologi lainnya.
Karena rendah dalam penguasaan dan pengembangan sains dan teknologi, umat Islam menjadi kelompok yang terbelakang mereka hampir di identikkan dengan kebodohan, kemiskinan dan tidak berperadapan sedangkan sisi lain umat agama lain begitu maju dengan berbagai teknologi pertanian atas dasar itulah, terjadi berbagai reaksi terhadap kemajuan pemeluk agama-agama lain. Secara umum, reaksi tersebut dapat dibedakan menjadi empat, yaitu tradisionalis, modernis, revivalis, dan trans formatif. Penjelasan masing-masing kecenderungan tersebut dapat diikuti pada bagian berikut.[4]
a) Tradisionalis
Pemikiran tradisionalis percaya bahwa kemunduran umat islam adalah ketentuan dan rencana Tuhan. Hanya tuhan yang Maha Tahu tentang arti dan hikmah di balik kemunduran dan keterbelakangan umat Islam. Hanya tuhan yang maha tau tentang arti dan hikmah di balik kemunduran dan keterbelakangan umat Islam. Makhluk, termasuk umat Islam, tidak tahu tentang gambaran besar sekenario Tuhan dari perjalanan panjang umat manusia.
Kemunduran dan keterbelakangan umat islam di nilai sebagai "ujian" atas keimanan, dan kita tidak tau malapetaka. Apa yang akan terjadi di balik kemajuan dan pertumbuhan umat manusia (mansour fakih dalam ulumul Qur'an, 1997: 11) yakni bahwa manusia harus menerima ketentuan dan rencana Tuhan yang telah dibentuk sebelumnya. Paham jabariyah yang dilanjutkan oleh aliran Asy'ariah ini menjelaskan bahwa manusia tidak memiliki free will untuk menciptakan sejarah mereka sendiri.
Banyak diantara mereka yang dalam faktor kehidupan sehari-hari menjalani kehidupan yang sangat modern dan mengasosiasikan diri sebagai golongan modernis namun ketika kembali kepada persoalan teologi dan kaitannya dengan usaha manusia, mereka sesungguhnya lebih banyak dikategorikn sebagai golongan tradisionalis.
b) Modernis
Dalam masyarakat barat, modernisme mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham dan institusi-institusi lama untuk di sesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, modern (modernis, pelaku) lebih mengacu pada dorongan untuk melakukan perubahan karena paham-paham dan institusi-institusi lama di nilai "tidak relavan".
Kaum modernis percaya bahwa keterbelakangan umat islam lebih banyak disebabkan oleh kesalahan sikap mental, budaya, atau teknologi mereka, pandangan kaum modernis merujuk pada pemikiran modernis muktazillah yang cenderung bersifat antroposentris dengan doktrinnya yang sangat terkenal, yaitu ushul al-khamsah. Akar teologi muktazilah dalam bidang af'al al-'ibad (perubahan manusia) adalah qadariyah sebagai anti tesis dari jabariyah diantara mereka adalah Muhammad Abduh di mesir dan Muthafa Kamal Attatruk di Turki. Oleh karena itu mereka juga dikenal sebagai golongan purifikasi.
Asumsi dasar hukum modernis adalah bahwa keterbelakangan umat islam karena mereka melakukan sakralisasi terhadap semua bidang kehidupan. Oleh karena itu, mereka cenderung melihat nilai-nilai sikap mental, kreativitas, budaya dan paham teologi sebagai pokok permasalahan mereka menganjurkan agar kaum tradisionalis mengubah teologi mereka, dari teologi jabariyah kepada teologi rasional dan kreatif yang cocok dengan globalisasi dengan menyiapkan sumber daya manusia yang handal, melalui pendidikan dengan menciptakan sekolah unggulan.
c) Revivalis –Fundamentalis
Kecenderungan umat islam ketiga dalam menghadapi globalisasi adalah revivalis. Revivalis menjelaskan faktor alam (internal) dan faktor luar (eksternal) sebagai dasar analisis tentang kemunduran umat islam. Bagi revivalis, umat islam terbelakang karena mereka justru menggunakan idiologi atau "isme" lain sebagai dasar pijakan dari pada menggunakan al-Qur'an sebagai acuan dasar. Pandangan ini berangkat dari asumsi bahwa al-Qur'an pada dasarnya telah menyediakan petunjuk secara komplit, jelas dan sempurna sebagai dasar bermasyarakat dan bernegara. Karena itulah, mereka juga disebut kaum fundamentalis; mereka di pinggirkan oleh kaum devolopmentalis karena dianggap sebagai ancaman bagi kapitalisme, dengan demikian, revivalis bagi kalangan developmentalis, indentik dengan fundamentalis.
d) Transformatif
Gagasan trans formatif merupakan alternatif dari ketiga respons umat islam di atas, mereka (penggagas trans formatif) percaya bahwa keterbelakangan umat islam disebabkan oleh ketidakadilan sistem dan struktur ekonomi, politik, dan kultur. Oleh karena itu agenda mereka adalah melakukan transformatif terhadap struktur melalui penciptaan relasi yang secara fundamental baru dan lebih adil dalam bidang ekonomi, politik dan kultur.
Demikian kita telah mengetahui empat respon umat islam terhadap globalisasi, yaitu konservatif-tradisional, modernis, revivalis-funda mentalis, dan tranformatif. Sedangkan melihat respon umat islam terhadap tradisi lokal Indonesia, bahwa respons umat islam terhadap tradisi dapat dibedakan menjadi dua: kaum tua dan kaum muda. Kaum tua adalah kelompok yang cenderung membiarkan dan bahkan melestarikan tradisi, sedangkan kaum muda sebaliknya cenderung menentang tradisi dan ingin membersihkan praktik islam dari pengaruh bid'ah dan khurafah.
BAB III
KESIMPULAN
Islam dan Tradisi atau Budaya  di Indonesia sekarang masih cenderung sinkretik, tarik menarik antara nilai-nilai luhur Islam dengan budaya lokal. Kategorisasinya yang banyak di kritik banyak peneliti sesudahnya adalah priyayi, santri, dan abangan.
Paham Fundamentalisme dalam Islam yaitu paham yang fitrahnya adalah Islam yang lurus, namun banyak sekali orang-orang yang berpemahaman ini kurang berfikir luas. Dalam arti masih berpandangan yang sempit. Paham Fundamentalis ini, mengajarkan pada banyak orang tentang eksistensi agama dalam kehidupan. Seolah-olah orang yang berpemahaman fundamentalis ini adalah yang keras, bahkan dikaitkan dengan terorisme yang kini sedang hangat dibicarakan di berbagai media massa. Padahal jika kita paham dengan itu, maka akan mengetahui mana yang harus kita lakukan dan mana yang harus kita tinggalkan, pastinya harus sesuai dengan Firman Alloh. Jihad misalnya, sudah jelas perintah Alloh kepada kita tentang jihad, namun kita masih enggan untuk berjihad. Memang sebagian orang mengatakan bahwa jihad itu tidak selalu dengan peperangan namun dengan akal fikiran.
Contoh arti ayat Al-qur’an yang menerangkan tentang kewajiban berjihad ialah diantaranya.
Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah[612]. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.(QS. )
Tendensi kaum modernis ialah,cara –cara yang dapat diakukan oleh para muslimin, dalam melawan musuh. Mislanya, merubah pola pikir, yang awalnya konvensional, menjadi pola pikir yang berorientasi.
Jihad fi sabilillah dalam islam harus jelas. Apa yang harus jelas itu? Ya harus jelas segala sesuatunya, dan harus mengikuti contoh Rosul. Jihad Rosululoh, yaitu harus jelas pihak-pihak yang dituju dalam berperang, alasan pun sebagai prioritas yang harus terpenuhi dalam berperang. Tidak boleh merusah tempat ibadah, peremuan , juga anak-anak dan masih banyak lagi.
Terorisme tidak bisa dikatakan jihad apabila tidak mengikuti.
DAFTAR PUSTAKA
Umairoh,Gina Fuadah.  “Islam dan Dunia Kotemporer”. 8 Desember 2015. Diakses pukul 07.59, https://www.academia.edu/8592764/islam_dan_dunia_kontemporer
Winartini, Asyiya. “Reaksi Pemikiran Islam Terhadap Globalisasi”. 8 Desember 2015. Diakses pukul 08.07. http://aisyiya-gawe.blogspot.co.id/2015/02/reaksi-pemikiran-islam-terhadap.html .



[1]Gina Fuadah Umairoh, “Islam dan Dunia Kotemporer”, 8 Desember 2015, diakses pukul 07.59, https://www.academia.edu/8592764/islam_dan_dunia_kontemporer
[2] Gina Fuadah Umairoh, “Islam dan Dunia Kotemporer”, 8 Desember 2015, diakses pukul 07.59, https://www.academia.edu/8592764/islam_dan_dunia_kontemporer
[3] Gina Fuadah Umairoh, “Islam dan Dunia Kotemporer”, 8 Desember 2015, diakses pukul 07.59, https://www.academia.edu/8592764/islam_dan_dunia_kontemporer
[4] Asyiya Winartini, “Reaksi Pemikiran Islam Terhadap Globalisasi”, 8 Desember 2015, diakses pukul 08.07, http://aisyiya-gawe.blogspot.co.id/2015/02/reaksi-pemikiran-islam-terhadap.html .

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MAKALAH - ISLAM DAN DUNIA KONTEMPORER | Manajemen Pendiidkan"

Posting Komentar