CERPEN - Maju Mundurmu Bertemu Aku
Maju Mundurmu Bertemu Aku
(Tia Pratiwi)
Desiran lembut angin siang ini benar-benar membuat tirai ruang tamuku gembira dan menari sesuka hatinya. Suara berisik kertas-kertas dari beberapa novelku terdengar manis, sehingga membuatku mengingat isi cerita novel-novelku. Euhm, aku rasa cerita dalam novel maupun televisi terasa sangat mudah untuk memperoleh seorang pendamping yang setia dan merelakan dirinya mati untuk kekasihnya. Bila harus berkata jujur, aku sangat iri dengan tokoh-tokoh itu. Apakah karena namaku adalah Karang yang membuatku memiliki hati yang keras, sehingga sampai kini aku belum memiliki kekasih sejati.
Aku merasa hanyalah aku satu-satunya wanita yang aber alias nggak laku. Hingga kini belum menikah, meskipun aku telah bekerja. Semua teman-temanku begitu mudah mendapatkan seorang laki-laki untuk menjadi suami mereka, sedangkan akulah satu-satunya wanita yang masih sendiri. Meski begitu, aku pernah pacaran sebanyak tiga kali. Dan biarkanlah aku mengenang, mereka adalah:
1. Adam Jaya (Saat aku kelas VIII SMP)
Tanggal jadian : 1 Januari 2009 (Jam 00.00 WIB)
Alasan Jadian: Pelarian, agar aku dapat melupakan Rino seseorang yang aku sukai hingga kini.
Tanggal Putus: 4 Januari 2009
2. Sandy (Saat aku kelas X SMK)
Tanggal jadian : 14 Februari 2011
Alasan Jadian: Kasihan dengan sahabatku yang telah menyomblangkan aku dengannya.
Tanggal Putus: Lupa
3. Kak Fendy (Saat aku kelas XI SMK)
Tanggal jadian : 4 Mei 2013 (Malem hari)
Alasan Jadian: Takut kalau jabatanku dalam ekstra OSIS mendapatkan masalah, karena dia adalah ketua OSIS di sekolahku.
Tanggal Putus: 5 Mei 2013 (Pagi hari)
Huuuuuuuuuuuf… Aku sendiri heran kenapa aku belum pernah berpacaran dengan seseorang yang aku cintai. Kisah cintaku dengan seseorang yang aku cintai selalu berakhir butiran berkilau yang mengalir, orang-orang bilang itu adalah air mata.
Pertama, ada seorang anak yang bernama Iwan. Dulu waktu TK aku menyukai dia hingga akhirnya dia mencium Asa. Itu benar-benar membuat Asa menangis dan juga aku. Yang ke dua adalah Sanny. Dulu dia adalah seorang anak kelas 6 yang pindah ke Sekolah Dasar yang aku tempati. Aku menyukainya karena dia pintar dan lesung pipitnya selalu membuatku tersenyum, hingga akhirnya aku tidak dapat tersenyum lagi, karena dia bilang aku terlalu gendut dan hitam seperti gajah untuknya.
Hingga saat aku SMP aku mendapatkan tubuh yang proposional dan kulit putih langsat karena perawatan dan puasa setiap hari. Biar si Sanny-Sanny itu tidak dapat mengejekku lagi saat reuni. Saat SMP kehidupan cintaku agak sedikit berubah, yang biasanya akulah yang mendahului untuk mencintai seseorang, tapi saat SMP ada seseorang yang aku cintai yang lebih dulu mencintaiku. Dia adalah Rino, yang akhir ceritanya aku meninggalkan dia karena aku diancam Sora untuk menjauhinya. Lagi pula Rino adalah adik kelasku, mencintai seseorang yang lebih muda saat itu sungguh masih tabu bagiku. Singkat cerita, setelah aku lulus SMP, aku memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke luar kota.
Tetapi masih ada cerita lagi yang lebih sangat menyakitiku setelah ku alami beberapa tragedi yang mengenaskan itu. Ada seseorang laki-laki bernama Willy. Tetapi agamanya berbeda dariku, umurnya terpaut dua tahun lebih muda dariku, dia terlalu kaya untukku. Awalnya, aku tidak terlalu menyukainya. Hingga akhirnya dia mengejarku, dan kami melewati masa mudah maupun masa sulit bersama. Tetapi pada suatu malam, aku menyatakan cintaku kepadanya. Saat itu aku benar-benar gila, aku fikir dia benar-benar mencintaiku. Tetapi dia menolakku, dengan alasan “agama”. Esok harinya, baru aku sadari bahwa Willy hanya mempermainkanku, saat aku membuka ponsel yang Ia tinggalkan semalam. Dia memiliki 9 wanita yang dipermainkan termasuk aku. Willy benar-benar buruk untukku, dan Ia telah membuatku mengingat bahwa tidak ada lelaki sebaik Rino, dan aku semakin rindu terhadap Rino.
Aaaagghh, bahkan ini terlalu pagi untukku untuk mempersiapkan reuni SD bersama Iwan, teman TK sekaligus teman SD ku yang kini menjadi tetanggaku sejak Ia pindah rumah 3 tahun yang lalu. Sungguh pagi yang buruk, bisakah ponselku berhenti bernyanyi dan membiarkan aku tidur “Aaarrggghh… Menyebalkan!”
“Selamat Pagi. Anda terhubung dengan PT. Yoshia Fashion. Saya Karang, sekretaris dari perusahaan ini. Ada yang bisa saya bantu?”
“Sudahlah, buat apa terlalu formal denganku, ha? Ini aku teman mu Iwan. Panitia Sembilan dalam reuni SD kita. Hahaha.”
“Hmm.. Aku dengar kita kita menjadi bagian Humas untuk acara tersebut. Aku lupa untukku menanyakan nomor ponselmu, saat rapat dalam Facebook. Maafkan aku. Bagaimana bisa kau mendapat nomor ponsel perusahaan yang aku tempati?”
“Itu mudah, kita bahas nanti. Apakah kau punya waktu luang setelah pulang kerja?”
“Punya.”
“Jam 7 malam, aku akan menjemputmu untuk survai.”
“Baiklah.”
Sungguh, aku benar-benar merasa hampa. Aku sangat menginginkan seorang kekasih yang mau berkorban dan setia kepadaku. Tetapi, penampilanku saat ini sunggu terpaut 180̊ dari perasaan cita-citaku untuk mendapatkan seorang lelaki saat ini. Benar-benar berbeda, bahkan ada seseorang yang mengatakan aku adalah wanita yang anggun, kuat, bijaksana, elegan, calm, dan tidak memiliki fikiran untuk mencintai laki-laki karena mementingkan karirku. Tetapi siapa yang sangka aku menginginkan itu semua. Bahka mungkin mereka tidak akan percaya bahwa semasa SMK ku, aku pernah menyatakan cinta kepada seseorang laki-laki yang dua tahun lebih muda dariku. Itu sebabnya laki-laki takut untuk mendekatiku dalam kantor.
Dari dulu sampai saat ini banyak sekali pengagum rahasia yang terus menerorku lewat sms, televon, maupun jejaring sosial. Akan tetapi tidak terlalu aku tanggapi, karena aku ingin cinta yang nyata, dalam kehidupan nyata, bukan melewati sms, televon, maupun jejaring sosial. Tetapi ada beberapa kelemahanku yang mungkin menyebabkan aku belum menikah:
1. Aku memiliki trauma, entah semacamnya. Jika aku mendengar sekumpulan laki-laki sedang tertawa, itu sungguh sangat sangat sangat menakutkan.
2. Aku agak gugup jika kontak langsung dengan laki-laki diluar masalah kerja.
3. Aku memiliki gengsi yang tinggi setelah di tolak oleh Willy.
Lupakanlah, lebih baik aku memfokuskan langkah-langkahku untuk menuju kantor dan bekerja seperti biasa. Huh, sungguh membosankan. Aku berharap akan ada yang spesial saat bekerja, seperti temanku yang menerima lamaran kekasihnya di tempat kerja. Uuh, sungguh romantis… Itu membuatku sungguh iri. Tapi aku yakin aku pasti juga akan seperti itu, tapi hanya menunggu masa yang tepat dari Tuhan untuk menunjukkannya. Tetapi, tak dapat kupungkiri, akhirnya pulang kerjapun itu masih menjadi hal yang membosankan, uurrgggh.
“Heh… Kamu terlambat pulang. Aku menunggumu sejak tadi.” Kata Iwan dengan wajah kesaal.
“Oh, Maafkan aku. Haruskah aku menunda mandiku agar kita dapat segera survai tempat untuk reuni.” Jawabku dengan tenang.
“Hmm, itu pasti akan bau. Lebih baik kamu mandi dulu. Aku akan menunggu di teras.” Jawabnya tak tega. Kemudian aku menyimpulkan sebuah senyuman dan masuk rumah untuk segera mandi.
Sungguh menyenangkan saat survai dengan Iwan. Dia cocok untuk menjadi penasehat bagi seorang tuan putri sepertiku yang memiliki banyak kemauan. Setelahsurvai, kami pulang menaiki mobil Avansa milik Iwan. Dalam perjalanan, Crazy monkey ku datang kembali, alias berangan-angan cepat yang tiba-tiba terlintas. Hehehe, dengan wajah blo’on aku membayangkan aku adalah seorang tuan putri dan aku memiliki penasehat kerajaan yaitu Iwan. Dan karena aku adalah seorang tuan putri yang menurut pada sang penasehat kerajaan, si penasehat kerajaan menjodohkan aku dengan anaknya yang tampan.
“Setidaknya kamu tidak memikirkan aku se-tua itu.” Ujar Iwan.
Sontak aku tekejut. Bagaimana dia bisa tahu aku membayangkan dia sebagai mertuaku. Aku melihatnya dengan wajah heran.
“Seharusnya, kamu mengatakan aku adalah rekan kerjamu saat dihadapan resepsionist hotel tadi. Bukan kakakmu.” Dengan wajah cemberut yang konyol.
“Hehe..” Aku hanya memberikan cengiran kudaku.
Sejak aku menjadi panitia 9 dalam reuni SD dan menjadi partnernya Iwan, aku semakin dekat dengan Iwan. Dia sahabat yang baik. Tralala… Aku tidak gugup dengan laki-laki lagi… Buktinya aku memiliki sahabat seperti Iwan. Dan setiap aku ada masalah aku selalu meminta nasehat kepada Iwan. Ckckckck luar biasa, dia sunggu anak yang ke-ibuan dan bijaksana. Bahkan dia selalu melindungiku saat ada yang menggodaku, dia memang patut di andalkan sebagai satpamku ups, maksudku dia aku anggap sebagai Kakakku. Hihi…
Hingga reuni SD berlalu, dan waktu terus berjalan maju yang membuat aku tidak berhubungan lagi dengan Iwan. Padahal saat ini aku sangat membutuhkan nasehat Iwan, setelah disakiti oleh seorang lelaki yang dulu aku anggap pangeranku. Aku sungguh wanita yang bodoh, karena selalu disakiti lelaki berulang-ulang kali.
Singkat kata singkat cerita, aku baru saja mendapatkan pangeran tetapi hanya seumur jagung dia menyinggahi hatiku. Namanya adalah Izar. Sebelumnya dia adalah teman bisnisku, dan sebelumnya desiran cinta belum menghembus kearahku. Hingga pepatah “Tresno jalaran soko kulino.” kini telah membelaiku lembut. Namun cinta Izar tak berjalan lama.
Cinta yang dulu selalu Izar tunjukkan, cinta yang selalu Ia buktikan dengan tindakan dan kata-kata manis itu tak berujung sempurna. Lika-liku cinta kami berdua terhambat oleh beberapa halangan, yang membuat aku bungkam. Bahkan untuk menjelaskan mengapa aku marah saja aku enggan, meskipun itu dalam sosial media.
Entah kobaran api dari mana yang menyulut hatiku sehingga aku begitu membencinya. Aku berusaha untuk biasa saja, namun aku tidak bisa. Cinta yang sebelumnya hangat, kini menjadi angin lembut yang begitu dingin.
Flashback lika-liku dan tanjakan cinta Izar menghambur difikiranku. Berawal dari sahabatku sendiri (Anissa) yang menyukai Izar, tanpa aku berani mengatakan pada sahabatku bahwa aku juga mencintai sosok lelaki yang sama, dan akhirnya Izar memilihku. Walau sempat terjadi perang dingin antara aku dan Izar perihal Anissa. Serta disaat aku diserang penyakit mematikan, yang kemudian aku memilih operasi untuk mengambil bagian yang paling berharga yang dimiliki oleh setiap wanita, namun Izar juga masih mendampingiku walau sebelumnya aku sempat menjauhinya, agar Izar memilih wanita lain yang lebih dapat membahagiakannya karena memiliki organ tubuh yang lengkap sebagai wanita. Dan disaat Izar tak kunjung menjadikanku pacar ataupun tunangan, dan aku terjebak pada hubungan yang ngambang tanpa ada kejelasan, hingga akhirnya aku bungkam.
Tambahan-tambahan duri yang menghujam hati datang bak bertubi. Kicauan sahabat Izar yaitu Andre yang dulu mensuportku untuk mempertahankan Izar, tapi kini berbaik arah. Dulu Andre pernah berkata bahwa Izar mengincarku telah lama, dan tidak ada permpuan lain selain aku. Kini Andre malah menggoga Izar, dikala Izar bertemu dengan Anissa (sahabatku) dan menyomblangkannya.
Tak hanya itu, yang tambah membuatku bungkam. Bagaikan beribu alasan menyelubungi hatiku untuk tetap kekeh menjauhi Izar. Disaat aku bungkam, dengan teganya Ia memboncengkan seorang wanita yang tidak aku kenal dan lewat dihadapanku, tanpa merasa enggan sedikitpun. Entah, lelaki itu benar-benar Izar yang aku kenal, ataukah mataku yang mulai berkurang ketajamannya. Apakah gadis yang membonceng Izar, adalah gadis yang sering mention Izar di twitter? Sehingga saat mereka berboncengan wajah mereka bahagia, dalam kebersamaan disaat tertawa, entah apa yang ditertawakannya.
Izar yang aku kenal bukanlah Izar yang dulu sering menggodaku saat aku serius, dan menghiburku disaat aku tak ingin mengatakan kesedihanku. Sosok pangeran bagiku, sosok imam yang sholeh bagiku, sosok yang aku kira adalah tempat berlabuhku. Sayang sekali, aku tidak dapat menceritakan ini kesiapa-pun kecuali kutulis dalam tulisan di salah satu novelku. Karena dalam kantorku aku tidak memiliki teman yang terlalu dekat, bahkan Iwan yang dulu mengaku sahabatku kini juga ikut menghilang bersama sahabat-sahabat lamaku saat SMK.
Detik-detik dikala aku terjatuh kian menjauh, berganti waktu yang cerah untukku, agar aku dapat lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Karena cinta aku lupa segalanya, karena cinta aku tak menyadari bahwa aku masih memiliki keluarga yang selalu menyayangiku. Aku lupa bahwa masih ada misi lain yang harus aku kerjakan untuk meraih visiku, yaitu menaik hajikan kedua orang tuaku dan seorang pembantuku.
Waktu yang damai nan permai telah kudapatkan. Semua karena anugrah Tuhan, yang membuatku semakin mencintai Tuhan. Sungguh durhakanya aku dahulu, yang tidak membalas cinta Tuhan, padahal Tuhanlah yang telah memberikan kita rasa untukmencintai makhluk di bumi. Sungguh aku yang durhaka, yang terlalu gelap mata oleh seorang lelaki. Kini waktu untuk kedua orang tuaku terasa begitu berharga, begitu pula waktu untuk bertelfon ria dengan kakakku Satria, yang berada di pulau sebrang. Kini karir bagiku tak begitu berharga, naik jabatan atau tambahan gaji tak seberapa dari surga-Nya.
Berjalan untuk mempelajari agama dan meneladaninya adalah kewajiban setiap orang yang mengaku beragama. Ilmu dunia didapat haruslah ilmu untuk menuju kebahagiaan akhirat juga dapat seimbang. Sepeser demi sepeser aku mengais rezeki berusaha kukumpulkan untuk berangkat haji dan berbagi, dan tak menghamburkannya untuk diri sendiri. Bersikap qana’ah memang tak mudah, namun aku berusaha agar tak salah langkah.
Butiran embun menyelimuti kalbu pada pagi hari ini. Matahari mengintip malu untuk melihatku berjalan menyusuri jalan setapak kota kecil. Tatapan mataku yang kini mulai kutajamkan, melihat sesosok Izar berdiri tenang menghadapku. Entah mengapa, rasa benci yang dulu menyulut, kini sudah surut. Rasa sayang sebagai sesama saudara dalam se-agama-lah yang kini menghiasi hatiku.
“Woi… Sudah lama nggak jalan bareng kamu, Je.” Sapa Izar mencoba membiasakan diri kepadaku, yang dulu sempat tak bertegur sapa kepadanya.
“Ya sudah ayo… Keburu terlambat.” Kataku yang menyambutnya dengan senyum damai.
“Eeemmm, ada yang beda ni yee. Lebih baik seperti itu aja, Je.” Goda Izar.
“Apanya yang baru? Biasa aja keles..” Kataku sok gaul.
“Itu, tuh.. Itu lho…” Katanya sembari menunjuk mukaku.
“Apanya? Lipstik?” Jawabku agak kurang PD dan agak sedikit mengusap-usap bibirku.
“Haduuuh… Bukan.” Jawabnya sembari menepok jidatnya.
“Lantas, apa sih?” Kataku agak sedikit kesal.
“Senyumnya.” Jawab Izar yang menoleh kearahku dan kemudian tertunduk malu.
Arsiran warna merah jambu mempertebal blush on ku, yang membuatku seperti udang rebus. Kutundukkan mukaku untuk menyembunyikan wajahku ini, serta berlindung kepada Tuhan dari tatapan Izar yang mungkin saja dapat menuju kearah kemaksiatan.
Waktu yang menuntunku untuk begitu lama melupakannya, dan sudah begitu lama pula aku bersabar untuknya. Kini dia datang kembali untuk menjadi seorang pangeran lagi, dan menjadikanku sebagai tawanan hati. Penjelasan demi penjelasan tertuang dari mulut Izar untuk meluruskan kesalah pahamanku. Kepercayaanku yang sempat tercecer dibangun kembali oleh Izar.
“Karang, maukah kamu menjadi istriku?” Kata Izar sepulang kerja pada ruang kerjaku.
“Tanyakanlah dulu kepada orang tuamu, maukah mereka menemanimu untuk mengambilku dari orang tuaku.” Kataku tegas.
“Baiklah, akan ku pertimbangkan dengan orang tuaku kapan hari yang sela untuk aku dan keluargaku.” Kata Izar sembari memikirkan sesuatu.
“Oke… semoga berhasil, Je. Aku pulang dulu.” Kataku kemudian berlalu.
Hingar bingar kebisingan mobil memenuhi halaman rumahku, kuintip dari balik jendelaku. Satu persatu orang berpakaian rapi dengan parcel ditangannya turun dari ketera beroda empat itu. Tak kusangka Izar salah seorang dari kerumunan itu, datang mendekat kerumahku. Hari yang kudambakan tiba, ternyata Izar meminangku dengan kedua calon mertuaku. Syarat demi syarat terlontar dari mulutku, agar kami dapat menjadi keluarga yang sakinah. Kata “Ya.” Kini terlepas dari kandang, untuk menjawab pinangan Izar. Hingga pada akhir yang menentukan, kami telah melangkah ke pelaminan.
Dulu, dulu, dulu… Aku terlalu berharap agar mendapatkan pendamping hidup. Tetapi, tercapainya harapan haruslah ada cobaan untuk menakhlukkan hati kita agar terhindar dari sifar kufur nikmat. Sungguh, aku sangat bersyukur atas cobaan ini. Dengan adanya cobaan aku dapat bertobat dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Dari rintangan yang menghalangi hubunganku dengan Izar, tetapi ternyata Izarlah yang menemuiku dipelaminan dan bersanding denganku. Dan sebagai umat beragama, kini aku yakin kepada Tuhan, bahwa semua diciptakan berpasang-pasangan. Semua pasti memiliki jodohnya masing-masing. Jikalau jodoh tak lari kemana itu adalah pepatah yang membenarkan kisahku saat ini.
“Tamat”
Latar Belakang Pengarang
Assalamu’alaikum, pembaca…
Kini saya hadir kembali untuk menulis cerita pendek bertajuk “Maju Mundurmu Bertemu Aku”. Tentunya tulisan ini untuk menginspirasi pembaca dan dapan meneladani serta mengambil hikmah dari yang saya tuliskan. Tulisan ini adalah kumpulan kisah-kisah nyata dari saya pribadi maupun teman-teman saya, dan saya rangkum menjadi satu cerita yang dialami oleh satu tokoh.
Bagi pembaca yang baru saja membaca cerita saya, maka saya akan perkenalkan kembali siapa saya. Nama saya adalah Tia Pratiwi. Saya mulai melihat dunia ini pada 13 Mei 1995. Nah, sekarang pembaca sudah mengetahui betapa sudah berumurnya saya.
Mungkin itu saja yang saya sampaikan. Saya mohon maaf apabila ada kekurangan maupun kelebihan dalam tulisan saya. Serta ucapan terimakasih tak luput dari saya, karena pembaca yang saya sayangi mau meluangkan waktu untuk membaca tulisan saya. Semoga Bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum… J