Metode Pembelajaran

Metode Pembelajaran Berbasis Akhlak
(Menurut penelitian Tia Pratiwi)

Aku termasuk amatiran dalam mengajar anak usia dini waktu itu, karena aku baru saja mendaftar ke Perguruan Tinggi.

Pengalaman mengajar pertama kaliku yaitu membimbing belajar anak perempuan usia 6 tahun, yaitu kelas satu Sekolah Dasar. Anak yang aku kenal memiliki karakter mudah bosan, mudah mengantuk, suka menyuruh, malas, suka yang instan, tapi dia memiliki sikap tenggang rasa yang tinggi, serta cerdas, meskipun dia belum bisa membaca.

Pertama kali aku menggunakan metode pembelajaran seperti guru dan murid dengan ku jelaskan materi tentang huruf vokal, misal;

1. Huruf A : Yang mulutnya terbuka.

2. Hufur I : Yang giginya kelihatan.

3. Huruf U : Yang mulutnya seperti orang mau nyium.

4. Huruf E : Yang mulutnya seperti orang kaget.

5. Huruf O : Yang mulutnya melongo.

Kemudian huruf konsonan, karena saat itu aku belum mengenali karakternya, sehingga membuatnya BOSAN dan semakin tidak sopan terhadapku.

Setelah mengenal karakternya kini ku tanamkan nilai-nilai agama sejak awal, sehingga dia tahu apa yang sepantasnya Ia lakukan atau tidak. Sebelum dan sesudah belajar kutanamkan Ia untuk berdoa, meskipun awalnya Ia hanya mengamini saja, karena tidak hafal dan enggan untuk berdoa.

Metode selanjutnya ku putarkan vedeo lagu AIUEO dan ث ت ب ا

Awalnya memang berhasil, karena aku menyuruhnya untuk menyayikan lagi lagu AIUEO itu yang di tambah dengan huruf salah satu huruf konsonan yang aku pilih. Namun, hasil akhir Iphone ku harus jadi korban bantingan saat anak didikku berebut Iphone ku dengan adiknya. -_-

Meskipun begitu, aku anggap berhasil cara itu, meskipun harus berkorban untuk tidak akan membawa HP lagi saat mengajar anak didikku yang satu ini. Hari demi hari berlalu, aku semakin mengetahui karakternya. Saat aku datang ke rumahnya, dia sudah asyik bermain masak-masakkan. Aku yakin, jika aku memaksanya untuk ikut les seperti kemarin, alhasil dia pasti ngambek dan nggak mau ngapa-ngapain, ditambah pasti aku dapat korban amukannya dengan melayangnya beberapa benda kepadaku.

Akhirnya aku membuatnya tetap bermain, dengan aku ikut bermain dengannya dan menjadi pelanggan pada restorannya. Metode yang aku lakukan;

Pertama, aku memberinya saran untuk menulis daftar menu + daftar harga, nah dengan begitu dia tidak sadar jika dia tengah belajar menulis. Hingga kini aku tahu kelemahannya adalah menulis huruf " e " dan " g " yang sering terbalik.

Kedua, aku memesan makanan lebih dari satu, dan ku minta dia menghitung total uang yang harus aku bayar, nah dengan begitu dia tidak sadar akan belajar tambah-tambahan.

Ketiga, aku memberinya uang mainan palsu, dan memintanya untuk memberiku uang kembalian kepadaku, sehingga secara tidak sadar dia belajar kurang-kurangan. Kali ini aku sengaja memberinya uang mainan yang lebih besar dari jumlah pesanan yang aku beli, dan aku tidak memberinya uang pas.

Begitulah kami terus bermain dan belajar, hingga suatu hari dia mengetahui taktikku. Kemudian dia ngambek, karena telah mengetahui pembelajaran yang terselubung ini. Saat dia nggak mau ngapa-ngapain, aku berusaha memanggil adik perempuanya yang masih TK, aku menggambar tokoh kelinci, beruang, dan marsha, aku menceritakannya kepada adiknya sehingga sang kakak alias anak didikku sedikit melirik dan tertarik dengan ceritaku, sehingga aku dapat meraih hatinya dan meluluhkannya.

Setelah hatinya luluh aku tidak langsung mengajaknya belajar, namun aku sharring kepadanya, agar aku dapat mengetahui karakternya lebih dalam lagi. Aku bercanda sesekali denganya sehingga kami tertawa. Oh, iya metode yang tidak pernah aku lepaskan saat mengajar anak didikku yang satu ini dari awal – hingga kini, yaitu tetap tersenyum saat mengajarnya meski aku memiliki masalah pribadi sebelumnya. Untuk apa? Agar membuat dia merasa nyaman denganku.

Bulan demi bulan berlalu, kini aku mulai menyayanginya selayaknya anakku sendiri. Dia semakin sholehah, bahkan dia memintaku untuk mengajarinya memakai kerudung dan mengaji, meski dahulu dia enggan sekali untuk mengaji. Kini dia telah hafal doa yang telah aku ajarkan, bahkan dia tidak ingin aku bimbing berdoa lagi, agar aku hanya mendengarkannya berdoa saja dan mencocokkan sudah benarkah bacaan doanya.

Suatu ketika dalam buku Tema nya terdapat Subtema yang membahas tentang suku kata, pada awalnya aku menjelaskan dengan teoritik, hasilnya Nihil! Dia tak mengerti sama sekali, kemudian teringat saat aku ikut Pramuka, jika kita tengah tepuk pasti tak sadar kita mengeja satu-persatu suku kata dari suatu kata. Contohnya: Tepuk Abita – prok prok prok (tepuk 3x) – a – prok – bi – prok – ta.

Nah, di situ aku mengembangkannya untuk menyuruhnya sembari menghitung setiap suku kata yang terucap dengan menggunakan jari. Akhirnya cara itu berhasil, dan kini dia menghitung suku kata sudah tidak menggunakan jari lagi alias hanya di batin dalam hati.

Metode lain yang menurutku sepele tapi penting bagiku yaitu, saat anak didik yang memang malas membaca, tapi kini aku memintanya untuk menunjuk kata yang aku baca dari cerita dalam sebuah buku. Sehingga secara tidak sadar dia mencocokkan kata yang terucap dariku dengan kata dalam cerita. Dengan melihat, dan aku biasakan untuk begitu, dia akan dapat mengerti bahwa susunan huruf yang seperti ini bacanya akan seperti ini. Apa lagi anak se usia dia adalah usia dimana memiliki daya ingat yang kuat.

Kemudian aku mengembangkannya, dengan memintanya untuk mencari "kata" dalam suatu cerita, ternyata dia sangat antusias mencari kata itu, dan dia tak sadar bahwa Ia tengah membaca satu-persatu kalimat dari suatu cerita tersebut, kemudian menemukan "kata" yang aku sebutkan tadi dan menunjuk kata itu.

Saat dia sudah mulai bisa membaca sedikit-sedikit aku mulai menggunakan metode seperti awal mula aku mengajarnya, yaitu selayaknya kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Aku menerangkannya "Nya-nyi-nyu-nye-nyo" dan "Nga-ngi-ngu-nge-ngo" . Hari selanjutnya aku mengajarinya "Pra-pri-pru-pre-pro" dan "Gla-gli-glu-gle-glo", aku kemudian mengubah huruf P & G menjadi huruf konsonan lain dan ku minta Ia untuk membacanya.

Beberapa bulan kemudian, aku mendapat tawaran untuk mendidik anak usia sekitar 5 tahun, yang akan bersiap mendaftak ke Sekolah Dasar. Saat ini dia masih Taman Kanak – Kanak.

Yang aku mengerti dari sifatnya tidak jauh dari sifat anak didikku sebelumnya, malah lebih parah. Karena kali ini yang aku ajar adalah laki-laki sehingga kalau marah menggunakan kekuatan fisik, apalagi anak itu berbadan subur, pastilah aku kalah saat di aniaya dia. Namun, dia lebih mudah di kelabuhi saat untuk menulis dari pada anak didikku yang sebelumnya.

Cara seperti yang aku terapkan pada anak didikku sebelumnya berjalan mulus, terlebih semenjak anak didikku yang aku perkenankan untuk main ke rumahku sehingga mereka lebih dekat denganku dan aku dapat mendalami karakter mereka masing-masing.

Setelah mereka main ke rumahku, kini kegiatan belajar-mengajar dapat dilakukan selayaknya guru dan murid. Kini mereka memiliki etika yang baik, sehingga pembelajaran dapat berjalan normal dan wajar. Minimal ada membaca, menulis/menghitung, menghitung, hafalan, mengaji, dan game yang sekarang lebih minimal ketibang dulu saat mereka belum menjadi baik.

Untuk dek "N" Kakak menyayangi adek, yang dapat membuat Kakak tak hanya mengajar tetapi juga membuat Kakak belajar akan arti proffessionality menjadi pendidik yang baik, karena dek "N" memiliki kecerdasan bersosial alias tanggap untuk mengetahui situasi dalam hati yang dirasakan oleh lawan bicaranya. Untuk "A", belajar disiplin ya. Untuk dek "Sa", "Sy", dan "R" mbak Tia bangga dengan kalian, kalian tak hanya sopan, disiplin, rajin, tapi kalian juga cerdas dan memiliki dasar iman yang kuat semoga kalian menjadi anak yang sholeh dan sholehah.

Alhamdulillah, kini anak didik yang saya miliki memiliki progres yang pesat, baik dalam sikap, akhlak, maupun ilmu. Semoga mereka senantiasa menjaga sikap baik ini.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Metode Pembelajaran"

Posting Komentar